Pemeriksaan Cystografi Kasus Fistule Vesicorectalis

PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN CYSTOGRAFI PADA KASUS FISTULE VESICORECTALIS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Wilhelm Conrad Rontgen seorang ahli fisika di universitas Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar rontgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. (Rasad, 2005)
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, para ahli radiologi memperkenalkan penemuan tentang penggunaan media kontras dalam pemeriksaan radiologi yang merupakan prosedur diagnostic yang dianggap memadai untuk mendeteksi kelainan–kelainan pada saluran pada tubuh manusia. 
Fistule ialah saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan atau menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan tubuh bagian luar. (Ballinger, 2003)
Penyebab terjadinya fistule sebagian besar karena infeksi, tumor, trauma atau kelainan kongenital. Fistula dapat terjadi di berbagai  bagian pada tubuh, contohnya pada daerah sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem dan pada sistem urogenital. 
Pada umumnya pemeriksaan radiologi untuk mengetahui letak fistula adalah pemeriksaan khusus, yaitu suatu pemeriksaan yang menggunakan bahan media kontras, seperti pemeriksaan Fistulografi.  Akan tetapi saat  
penulis melakukan praktek kerja lapangan di Rumah sakit, penulis menemukan pemeriksaan pada kasus fistule menggunakan teknik pemeriksaan Cystografi. Penulis menemukan  bahwa pemeriksaan pada kasus fistule tidak hanya dilakukan menggunakan teknik pemeriksaan Fistulografi, tetapi bisa menggunakan teknik lain seperti Cystografi yang dilakukan bergantung pada letak dari fistule tersebut. 
Pemeriksaan Cystografi  merupakan pemeriksaan radiografi untuk memperlihatkan daerah Vesica Urinaria atau kandung kemih dengan menggunakan media kontras iodin secara Retrograde melalui kateter yang di pasang pada Uretra.


 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
2.1.1. Anatomi Tractus Urinarius
a. Ginjal
Menurut Pearce (2009)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebrae  thoracal  terakhir sampai lumbal  ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki banyak ruang di sebelah kanan.
Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7.5 cm dan tebal 1.5 sampai 2.5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pemuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal.
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian korteks di sebelah luar, dan bagian medula di sebelah dalam.
Gambar 2. 1 Potongan Midcoronal Ginjal
(Ballinger, W. Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

Fungsi ginjal adalah mengatur  keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan asam basa darah, serta eksresi bahan buangan dalam kelebihan garam. (Pearce, 2009)
b. Ureter
Terdapat dua ureter berupa dua pipa saluran, yang masing-masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal tangkai bulu angsa dan panjangnya 35 sampai 40 cm. Terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal dan berjalan ke bawah melalui rongga abdomen masuk ke dalam pelvis dan dengan arah oblique bermuara ke dalam sebelah posterior kandung kencing. (Pearce, 2009)
c. Kandung kencing
Kandung kencing bekerja sebagai penampung urine, organ ini berbentuk buah pir (kendi). Letaknya di dalam rongga panggul. Dinding kandung kencing terdiri atas sebuah lapisan serus sebelah luar, lapisan berotot, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. (Pearce,2009)
Tiga saluran bersambung dengan kandung kencing. Dua ureter bermuara secara oblique disebelah basis; letak oblique ini menghindarkan urine mengalir kembali ke dalam ureter. Uretra keluar dari kandung disebelah depan. Daerah segitiga antara dua lubang ureter dan uretra disebut segitiga kandung kencing (trigonum Vesica urinaria). Pada wanita kandung kencing terletak di antara sympisis Pubis, uterus dan vagina. Dari uterus kandung kencing dipisahkan lipatan peritoneum ruang utero-vesical. (Pearce,2009)
Kandung kencing memiliki beragam ukuran, bentuk dan posisi sesuai dengan isinya. Hal ini memudahkan bergerak dan karena adanya lipatan peritoneum. Ketika kosong kandung kencing berada pada rongga pelvis. Dan ketika kandung kencing terisi, bentuknya oval dan meluas ke superior dan anterior rongga abdomen. Kandung kencing orang dewasa dapat menampung sekitar 500 ml cairan ketika terisi penuh. Dan keinginan untuk miksi kandung kencing terisi sekitar 250 ml. (Ballinger, 2003)
Gambar 2. 2 Vesica urinaria
(Ballinger, W. Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition.)


d. Uretra
Uretra ialah sebuah saluran yang dimulai dari leher kandung kencing ke lubang luar, lapisan membran mukosa yang bersambung  dengan membran yang melapisi kandung kencing. Pada wanita panjang uretra adalah 2. 5 sampai 3. 5 cm, pada pria 17 sampai 22. 5 cm. (Pearce, 2009)
Uretra wanita dimulai dari dinding anterior vagina sampai orificium uretra. Uretra pada laki-laki dimulai dari vesica urinaria sampai ujung penis yang terbagi atas prostatic uretra, membranous uretra dan spongy uretra (Ballinger, 2003)
Gambar 2. 3 Potongan midsagital pelvis wanita
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

Gambar 2. 4 Potongan midsagital pelvis laki-laki
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )


2.1.2. Anatomi Pelvis
 Menurut Pearce ( 2009)
Gelang  panggul adalah penghubung antara badan dan anggota bawah. Sebagian kerangka aksial, yaitu tulang sacrum dan tulang coccygeus, yang letaknya terjepit antara dua tulang coxae, turut membentuk gelang ini. Dua tulang coxae itu bersendi satu dengan lainnya di tempat symphysis Pubis.
Sendi-sendi pelvis, sendi sacroilliaca joint adalah sendi antara permukaan sendi illeum yang disebut auriculer sebab mirip dengan  bentuk aurikel (daun telinga)  dan kedua sisi sacrum. Gerakan di tempat ini sangat sedikit karena ligamen-ligamen  yang sangat kuat menyatukan permukaan-permukaan sendi sehingga membatasi gerakan kesegala jurusan.
Symphysis Pubis adalah sendi yang kartilaginus antara tulang-tulang duduk yang dipisahkan bantalan tulang rawan.

2.1.3. Anatomi Tractus Digestivus
Menurut Syaifuddin (2006)
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan sari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (penyunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
a. Mulut
Mulut atau oris adalah saluran pencernaan yang terdiri dari bagian luar yang sempit yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi dan bagian rongga mulut dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksila, palatum dan mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring.

b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus).
c. Esofagus
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm.
d. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster.
e. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ±  25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri.
f. Jejunum dan Ileum
Jejunum dan Ileum   mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Lekukan jejunum dan ileum  melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
g. Seikum
Di bawah seikum terdapat appendix vermiformis yang berbentuk seperti cacing, panjangnya 6 cm.
h. Kolon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum  ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut flexura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon tranversum.
i. Apendix
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung seikum.
j. Kolon Tranversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon asenden sampai kolon desenden berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat flexura hepatika dan di kiri terdapat flexura lienalis.
k. Kolon Desenden
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen kiri membujur dari atas ke bawah dan flexura lienalis sampai ke depan ileum  kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
l. Kolon Sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desenden, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri.
m. Rektum
Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan Os sacrum dan Os Coccygeus.
n. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar ( udara luar).
2.2. Patologi Pemeriksaan Cystografi
Berikut merupakan beberapa patologi dari pemeriksaan Cystografi :
a. Batu Kandung Kemih
Batu dapat turun dari ginjal ke kandung kemih atau berasal dari :
1) Infeksi urin
2) Statis urin akibat obstruksi pintu keluar kandung kemih,
3) Benda asing di kandung kemih
Batu dapat terlewatkan pada film polos akibat struktur-struktur tulang yang berada di atasnya, gas, dan bayangan fekal pada rektum, atau klasifikasi arteri. Ketika kandung kemih terisi kontras, baik pada pemeriksaan IVU atau Cystografi, batu kandung kemih dapat terlihat sebagai defek pengisian. ( Patel, 2007)
b. Karsinoma Kandung Kemih
Setelah karsinoma prostat, kandung kemih merupakan tempat tersering pada keterlibatan proses neoplastik saluran kemih. Tumor biasanya merupakan  karsinoma sel transisional. ( Patel, 2007)
c. Divertikulum Kandung Kemih
Terbentuknya kantung mukosa yang keluar dari otot kndung kemih akan manimbulkan  divertikulum kantung kemih. ( Patel, 2007)
d. Cystitis
Merupakan inflamasi dari kandung kemih karena bakteri atau infeksi. Biasanya terjadi  pada perempuan karena uretra yang pendek menyebabkan bakteri masuk ke dalam kandung kemih. (Bontrager, 2005)
e. Vesicorectal
Fistula (saluran ) antara kandung kemih dengan rektum atau bagian dari colon. Kondisi ini disebabkan  karena trauma atau tumor, atau kelainan kongenital. (Bontrager, 2005 )
2.3. Fistula
2.3.1. Definisi Fistula
Fistula adalah saluran abnormal antara dua ruang berongga, seperti pembuluh darah, usus, atau organ berongga lainnya. Fistula disebabkan karena cedera atau pembedahan, tetapi dapat juga dari infeksi atau peradangan
2.3.2. Lokasi Fistula
Fistula dapat berada pada berbagai bagian dalam tubuh, yaitu :
a. Fistula pada mata, telinga dan processus mastoid
1. Fistula Lacrimal
2. Fistula Mastoid (  Fistula Craniosinus : antara intracranial dan sinus paranasal)
3. Fistula Perilymph ( fistula antara membran tengah dengan telinga bagian dalam )
b. Fistula pada sistem Sirkulasi
1. Fistula Arteriovenosus
2. Fistula Pulmonary arteriovenosus
3. Fistula Cerebral Arteriovenosus
4. Fistula Artery
c. Fistula pada sistem Pernafasan
1. Fistula Tracheoesophageal
d. Fistula pada sistem Pencernaan
1. Fistula Kelenjar Saliva
2. Fistula antara lambung dan duodenum
3. Fistula Gastrocolic
4. Fistula Gastrojejunocolic
5. Fistula Appendix
6. Fistula Anorectal
7. Fistula Intestine
8. Fistula kandung empedu
9. Fistula Pancreas
10. Fistula Vesicorectalis
11. Fistula Gastric
e. Fistula pada Musculoskeletal
1. Fistula pada persendian
f. Fistula pada sistem Urogenital
1. Fistula Vesicointestinal
2. Fistula Uretra
3. Fistula Obstetric
4. Fistula Rectovaginal
5. Fistula Enterovaginal
6. Fistula Vesicovaginal
2.4. Prosedur Pemeriksaan Cystografi
Menurut Ballinger (2003)
Tidak ada persiapan pasien pada pemeriksaan ini, tapi bagaimanapun pasien harus mengosongkan Vesica urinaria sebelum dipasang catheter. Kemudian Vesica urinaria diisi dengan kontras media. Tidak boleh memasukan kontras media secara tergesa-gesa, karena bisa mengakibatkan ruptur pada Vesica urinaria.
Setelah Vesica urinaria terisi, kira-kira membutuhkan 150-500 ml kontras media, Radiographer bisa mengatur posisi pasien untuk mendapatkan suatu radiograph. Posisi rutin pada pemeriksaan cystografi yaitu AP dengan arah sinar 15° caudally, dan bilateral posterior oblique. (Bontrager, 2005)
Persiapan pemeriksaan ini, beberapa langkah yang harus disiapkan :
a. Catether dimasukan melalui uretra, atur pasien pada posisi supine untuk foto pendahuluan dan posisi pertama pemeriksaan cystogram.
b. Biasanya, pemeriksaan cystogram untuk orang dewasa menggunakan kaset 24 x 30 yang diletakkan melintang .
c. Pertengahan kaset di letakkan pada trochanter mayor. Pada posisi tersebut merupakan daerah Vesica urinaria. Pada posisi tersebut hasil gambaran sudah akan mencakup daerah  distal ureter untuk menggambarkan ureteral reflux, dan biasanya mencakup prostat dan bagian proximal  uretra laki-laki.
d. Kaset dengan ukuran besar biasanya digunakan untuk memperlihatkan ureteral reflux.
e. Setelah photo pendahuluan dibuat, petugas melepas clamp catether dan melakukan pengosongan Vesica urinaria untuk persiapan pemasukan kontras media.
Hasil gambaran Cystografi didapat dari empat proyeksi :
1. AP
2. LP0
3. RPO
4. Lateral
Tambahan pemeriksaan, seperti voiding cystouretrogram tergantung dari indikasi pemeriksaan.

2.5. Teknik Pemeriksaan  Cystografi
2.5.1. AP Axial / PA Axial
Menurut Ballinger (2003) :
a. Kaset : 24 x 30 cm
b. Posisi Pasien  : Pasien supine diatas meja pemeriksaan untuk posisi AP dari Vesica urinaria
c. Posisi Objek :
1) MSP tubuh pasien berada pada pertengahan garis meja
2) Posisikan bahu dan panggul pada garis yang sama dengan kaset
3) Posisikan lengan pasien agar menjauh dari kaset
4) Posisikan pertengahan kaset 2 inch (5cm) diatas symphysis Pubis
d. Central Ray
1) AP, 10-15° caudally pada pertengahan kaset. Arah sinar diatur 2 inch (5cm) diatas sympisis Pubis. Ketika diperlukan leher Vesica urinaria dan bagian proximal uretra penyudutan dilakukan 5°caudally. Penyudutan lebih besar atau lebih kecil mungkin diperlukan, dengan memperhatikan lordosis lumbosacral, dengan lordosis yang besar, penyudutan yang kecil dibutuhkan
2) PA, ketika memposisikan PA Axial dari Vesica urinaria, arahkan sinar pada daerah leher Vesica urinaria  denga sudut 10-15° cephalad, pada 1 inch (2,5 cm) pada titik distal coccyx. Jika harus memperlihatkan prostat CR diarahkan 20-25° chepalad pada os Pubis.
e. Catatan :  Photo Scout  biasanya dilakukan dengan pasien supine. Posisi prone digunakan jika daerah Vesica urinaria  tidak terlihat dengan jelas pada proyeksi  AP axial.  Pada posisi dengan penyudutan ini, membuat cairan mengisi bagian superior fundus, sehingga memperlihatkan daerah vesicaureteral.
Gambar 2. 5  PA Axial dengan CR 15° caudally
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

f. Kriteria Gambaran
Proyeksi AP Axial dan PA Axial  menggambarkan Vesica urinaria yang terisi kontras.
g. Kriteria Evaluasi
Gambaran yang harus tervisualisasi
(a) Bagian distal ureter, Vesica urinaria, bagian proximal uretra
(b) Pubis terproyeksi dibelakang leher Vesica urinaria dan proximal uretra
(c) Vesica urinaria, distal ureter dan proximal uretra terisi media kontras.
Gambar 2. 6  Hasil Gambaran Proyeksi PA Axial
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

Gambar 2. 7  Hasil Gambaran Proyeksi AP Axial
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )


2.5.2. Proyeksi AP Oblique (RPO /LPO)
Menurut (Ballinger, W, Philip, 2003) :
a. Kaset : 24 x 30 cm
b. Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan
c. Posisi Objek
1) Miringkan  tubuh  pasien  40-60°  RPO atau LPO
2) Atur agar arcus Pubis berada pada garis tengah meja
3) Atur bagian atas femur ekstensi dan abduksi untuk mencegah superposisi dengan daerah Vesica urinaria
4) Atur pertengahan kaset 2 inch (5 cm) di atas sympisis Pubis dan 2 inch (5cm) dari medial ASIS (Anterior Superior Iliac Spine)
d. Central Ray
Tegak lurus pada kaset, 2 inch (5 cm) di atas sympisis Pubis dan 2 inch (5cm) dari medial ASIS (Anterior Superior Iliac Spine), ketika leher Vesica urinaria atau proximal uretra harus tergambar, penyudutan 10° dari CR biasanya digunakan untuk memproyeksikan leher Vesica urinaria dan proximal uretra.
Gambar 2. 8  Posisi AP Oblique RPO
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

e. Kriteria Gambaran
Proyeksi Oblique menggambarkan Vesica urinaria terisi kontras media.
f. Kriteria Evaluasi
Yang harus tegambar dalam radiograph :
1) Daerah distal dari ureter, Vesica urinaria dan bagian proximal uretra
2) Os Pubis terproyeksi di belakang leher Vesica urinaria dan proximal uretra
3) Media kontras mengisi daerah Vesica urinaria, distal ureter dan proximal uretra
4) Tidak ada superposisi dari Vesica urinaria dan bagian proximal os femur
Gambar 2. 9  Hasil Gambaran Posisi AP Oblique RPO
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )
Gambar 2. 10  Hasil Gambaran Posisi AP Oblique RPO  dengan Catether
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

2.5.3. Proyeksi Lateral
Menurut (Ballinger, W, Philip, 2003)
a. Kaset : 24 x 30 cm
b. Posisi Pasien   : Posisikan  pasien true lateral
c. Posisi Objek   :
1) Fleksikan lutut pasien untuk kenyamanan pasien, atur midcoronal tubuh pasien sejajar dengan midline meja pemeriksaan
2) Fleksikan elbow joint dan letakan di bawah kepala pasien
3) Titik tengah kaset berada pada 2 inch (5cm) diatas sympisis Pubis pada midcoronal plane
d. Central Ray : tegak lurus pada kaset dan 2 inch (5cm) diatas sympisis Pubis pada midcoronal plane
Gambar 2. 11  Posisi Lateral
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

e. Kriteria Gambaran
Gambaran lateral dari Vesica urinaria yang terisi media kontras. Jika terdapat reflux, bagian distal dari ureter akan tergambar. Proyeksi lateral menggambarkan anterior dan posterior  dinding Vesica urinaria dan dasar Vesica urinaria
f. Kriteria Evaluasi
a. Bagian distal ureter, Vesica urinaria dan proximal uretra
b. Media kontras mengisi Vesica urinaria, distal ureter dan proximal uretra
c. Vesica urinaria dan distal ureter tergambar di dalam pelvis
d. Superposisi hips dan femur
Gambar 2. 12  Hasil Gambaran Proyeksi Lateral
(Ballinger, W, Philip, 2003 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. )

2.6. Kontras Media
Menurut Sjahriar Rasad (2005)
Pada  diagnostik pencitraan dikenal media kontras untuk pemakaian sinar X. Media kontras yang digunakan untuk keperluan radiografi adalah suatu bahan yang sangat radioopaque atau radiolucent apabila berinteraksi dengan sinar X, sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya.
Secara garis besar media kontras ini dibagi dua yaitu :
1) Media kontras negatif terdiri dari udara O2  dan CO2.
2) Media kontras positif yang terdiri dari turunan barium (BaSO4) dan turunan Iodium (I)
a. Ciri-ciri media kontras
Menurut Sjahriar Rasad (2005)
Ciri-ciri media kontras turunan iodium yang ideal adalah :
1) Mempunyai konsetrasi iodium yang tinggi
2) Larut dalam air
3) Viskositasnya minimal
4) Tekanan osmotiknya rendah
5) Tidak mengalami metabolik degradasi
6) Minimum protein binding
7) Stabil terhadap panas
b. Komplikasi Pemakaian Media Kontras
Komplikasi akibat pemakaian media kontras dan penanggulangannya. Komplikasi ini terdiri atas 3 golongan yaitu :
1) Komplikasi ringan seperti rasa panas, bersin-bersin, mual, dan rasa gatal
2) Komplikasi sedang seperti urtikaria, kulit kemerahan, muntah-muntah, sesak nafas dan hipotensi
3) Komplikasi berat seperti edema laring, trombosis pembuluh darah, henti jantung hingga kematian
Penanganan komplikasi ringan kadang tidak memerlukan pengobatan tetapi apabila sangat progresif dapat diperlukan antihistamin, sedangkan penanganan komplikasi sedang dapar diberikan antihistamin, coeticosteroid ataupun terapi simptomatis sesuai gejala yang muncul. Pada kasus komplikasi berat maka diperlukan tindakan resusitasi sesuai gejala yang ada.

2.7. Proses Terjadinya Sinar X
Tabung sinar-x merupakan sebuah tabung yang terbuat dari bahan gelas yang hampa udara. Di dalam tabung sinar-x ini terdapat 2 (dua) dioda yaitu anoda dan katoda dengan katoda yang bermuatan negatif dan anoda bermuatan positif. Saat filament yang berada di katoda di panaskan, filament ini akan mengeluarkan electron. Semakin lama di panaskan, electron yang keluar dari filament akan semakin banyak sehingga terjadilah apa yang disebut dengan awan electron.
Kemudian antar katoda dan anoda diberi beda potensial yang sangat tinggi, minimal 40 kV, sehingga electron yang berada di katoda akan bergerak dengan sangat cepat menuju anoda. Electron yang bergerak menuju ke anoda dengan sangat cepat ini, akan menumbuk bagian kecil dari anoda yang disebut dengan target. Dan terjadilah 99%  panas dan 1% sinar-x. (Rahman, 2009).

2.8. Kualitas Gambar
Menurut Rahman (2009)
Memenuhi kualitas gambar radiografi yang tinggi maka sebuah radiograf harus memenuhi beberapa aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf yaitu :
a. Densitas
Densitas adalah derajat kehitaman pada film. Hasil dari eksposi film setelah diproses menghasilkan efek penghitaman karena sesuai dengan sifat emulsi film yang akan menghitam apabila di eksposi. Derajat kehitaman ini tergantung pada tingkat eksposi yang diterima baik itu kV maupun mAs.
b. Kontras
Kontras adalah perbedaan densitas pada area yang berdekatan dalam radiograf. Semakin besar nilai kontras, maka gambaran akan semakin jelas terlihat.
c. Ketajaman
Jika kontras didefinisikan sebagai perbedaan densitas, maka ketajaman memperlihatkan bagaimana perubahan densitas antara daerah yang berdekatan. Batas antara dua area yang muncul bisa sangat tajam, hal ini dikarenakan terdapat perubahan drastis nilai densitas pada batas tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi nilai kontras, maka semakin tajam gambar yang dihasilkan.
d. Detail
Detail adalah kemampuan untuk memperlihatkan struktur yang sangat kecil pada sebuah film. Pada sebuah pemeriksaan radiografi, ada bagian dari gambaran tersebut yang memiliki struktur yang sangat kecil namun sangat penting dalam menegakan diagnosa.

2.9. Proteksi Radiasi
Secara Profesional, pekerja memiliki tanggung jawab yang penting untuk proteksi pasien, dirinya sendiri dan pekerja sekitar dari bahaya radiasi. Pemahaman dari proteksi radiasi  sangat penting untuk pekerja tapi diluar bidang anatomi dan positioning. Bagaimanapun, prinsip dasar dan aspek dari proteksi radiasi harus menjadi aspek penting dalam teknik radiografi. Ini adalah tanggung jawab setiap pekerja untuk selalu memastikan  dosis radiasi antara pasien dan pekerja memegang prinsip as low as reasonably achievable (ALARA). (Bontrager, 2005)
a. Proteksi Radiasi untuk Pasien
Menurut Bushong (2003), tindakan proteksi radiasi yang bisa dilaksanakan adalah :
1) Filtration (penyaringan)
Filtrasi minimal adalah 2,5 mm Al untuk semua tabung flouroscopy dan untuk tabung radiografi di atas 70 kVp. Tujuan dari pemberian filtrasi adalah untuk mengurangi jumlah sinar-X berenergi rendah yang mencapai pasien.
2) Collimation (kolimasi)
Kolimasi adalah pembatasan sinar-X yang mencapai objek yang diperiksa, karena semakin lebar kolimasi semakin besar dosis yang diterima.
3) Shielding Khusus
Gonad shielding digunakan pada situasi berikut ini :
(a) Ketika pasien pada masa reproduksi.
(b) Ketika gonad berada dekat pada daerah yang akan mendapat paparan sinar-X.
(c) Penggunaan shield gonad mengurangi dosis gonad mendekati nol.
4) Teknik Radiografi
Teknik radiografi bukan hanya mempengaruhi kualitas gambar tapi juga berpengaruh besar pada dosis pasien. Semakin tinggi kVp (tegangan tabung) maka dosis yang diterima pasien bisa berkurang, bila mAs (arus dan waktu penyinaran) tinggi maka akan meningkatkan dosis pasien.
b. Proteksi Radiasi untuk Petugas
Menurut Bushong (2003)
Setiap Radiografer harus mengetahui prinsip utama dari proteksi radiasi, yaitu waktu, jarak, shielding dan prinsip ALARA :
1. Waktu paparan radiasi harus seminimal mungkin
2. Jarak antara sumber radiasi dan radiografer harus sejauh mungkin
3. Shielding harus di posisikan antara sumber radiasi dan radiografer
4. Mengatur jumlah paparan radiasi serendah-rendahnya

2.10. Pesawat DR (Digital Radiography)
Digital Radiografi merupakan sistem yang menggunakan  penyerapan materi sinar X ke flat panel detector atau charged couple device (CCD) ke sebuah gambaran.
DR dibagi menjadi dua kategori yaitu :
a. Indirect capture pada DR, alat menyerap sinar X dan merubahnya menjadi cahaya tampak. Cahaya tampak kemudian dideteksi oleh daerah CCD atau TFT(Thin Film Transistor) dan kemudian merubahnya menjadi sinyal elektrik untuk mengirimnya ke komputer untuk diproses dan di tampilkan.
Gambar 2.13 Proses akuisisi dari  indirect capture DR
(Carter. Christi, 2010 Digital Radiography and PACS)

b. Direct Capture, alat langsung merubah  energi sinar X secara langsung ke sinyal elektrik, menggunakan photoconductor sebagai penyerap sinar X,  dan mengirim sinyal elektrik ke komputer untuk di proses dan di tampilkan.
Gambar 2.14 Proses Akuisisi pada direct capture DR
(Carter. Christi, 2010 Digital Radiography and PACS)


Untuk DR,  detektor diletakan di Bucky  pada meja dan wall stand. Karena radiografi konvensional dan CR menggunakan kaset,  teknologi biasanya di nilai dari kemudahan dan efisiensi, tapi DR  memiliki keuntungan karena   proses gambaran dilakukan dengan baik di ruang konsol. Gambar akan tampak pada 3 sampai 5 detik, dan radiografer tahu dengan benar bila  hasil gambaran perlu di ulang.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan desain deskriptif kualitatif  dimana dalam penelitian ini penulis selain melakukan observasi juga ikut serta dalam melakukan pemeriksaan, yang bertujuan untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari pemeriksaan Cystografi pada kasus fistul vesicorectialis.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah X, dan dilaksanakan pada tanggal X.

3.3. Sampel Pemeriksaan
Pada pemeriksaan Cystografi menggunakan sampel sebanyak 1 orang pasien dengan pemeriksaan  Cystografi pada kasus fistul vesicorectialis.

3.4. Cara Pengumpulan Data
Dalam rangkaian untuk menunjang Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan data dengan menggunakan 2 (dua) macam metode, dan metode yang digunakan yaitu :

3.4.1. Study Kepustakaan
Adalah metode dimana penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan membaca dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan kasus ini.
3.4.2. Study Observasi
Adalah metode dimana penulis melakukan pengamatan pemeriksaan Cystografi dengan kasus fistule vesicorectialis di Rumah Sakit X.

3.5. Standar Operasional Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan standar operasional prosedur Rumah Sakit Urip Sumoharjo sebagai berikut :
a. Persiapan Alat dan Bahan
1. Pesawat Rontgen
2. Bahan kontras
3. Spuit 50 cc
4. Marker
5. Kateter yang sudah terpasang
6. Aquades (NaCl)
b. Teknik Pemeriksaan
1. Pasien mengganti pakaian dengan baju ganti yang telah disediakan
2. Pasien supine diatas meja pemeriksaan
3. Dibuat foto I, daerah vesica urinaria (blaas)
4. Kontras (± 100–150 cc) dimasukan ke dalam kandung kemih melalui katether. Dalam hal ini kontras meia diencerkan dengan aquabidest dengan perbandingan 1:6, setelah kontras dimasukan katether diklem
5. Dibuat foto II, AP supine
6. Dibuat foto III, Oblique kanan
7. Dibuat foto IV, Oblique kiri
8. Jika perlu posisi lateral
9. Keempat foto di atas di buat menggunakan dengan teknik sebagai berikut :
a) Ukuran film : 24 x 30 cm
b) FFD : 100 cm
c) CR : 2 cm  arah inferior perpotongan intersias line dengan MSL
d) Eksposure : pada saat tahan nafas
e) Memakai marker dan bucky table
f) Pemeriksaan selesai, pasien mengganti baju

3.6. Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi.

b. Coding
Coding adalah pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang di buat dalam bentuk angka-angka atau huruf-huruf yang memberikan petunjuk, atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan di analisa.

c. Komputerisasi
Energi sinar X ditangkap oleh detector, dan diserap oleh photoconductor kemudian langsung dirubah menjadi sinyal digital elektrik dan sinyal digital elektrik dikirim ke komputer untuk diproses dan ditampilkan.

3.7. Analisa Data
Menggunakan hasil expertise dari Dokter Spesialis Radiologi tentang hasil gambaran dari pemeriksaan Cystografi  paada kasus fistule vesicorectialis.

BAB IV 
HASIL DAN PEMBAHASAN 
>>>>>>>>>>>>SKIP<<<<<<<<<<<<<

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari penatalaksanaan pemeriksaan Cystografi pada kasus Fistula Vesicorectialis di Rumah Sakit X dapat diambil kesimpulan bahwa :
a. Pemeriksaan Cystografi tidak memerlukan persiapan khusus, dan  pemeriksaan ini menggunakan media kontras positif yang di masukan ke dalam Vesica Urinaria melalui Catether yang di pasang pada Uretra
b. Proyeksi yang digunakan adalah Plain Photo AP untuk melihat terlebih dahulu kondisi anatomi patologi pasien dan faktor eksposi, selanjutnya pemasukan bahan kontras sebanyak 150 ml kemudian dilakukan proyeksi AP, RPO (Right Posterior Oblique), LPO(Left Posterior Oblique) dan Lateral.
c. Hasil gambaran menunjukan bahan kontras mengisi Vesica Urinaria, rectum dan colon desenden, hal ini menunjukan pasien mengalami kelainan adanya Fistula yang menghubungkan Vesica Urinaria dengan rectum.



DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, W, Philip, 2003.
Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : 2, 10th Edition. Mosby, St Louis.

Bontrager, L. Kenneth, dan John P. Lampignano. 2005.
Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy, 6th Edition. Mosby, St. Louis.

Carter, Christi, dan Veale, Beth. 2010.
Digital Radiography and PACS. Mosby Elsevier, St. Louis

Patel, Pradip. R. 2007.
 Lecture  Notes RADIOLOGI. Erlangga, Jakarta

Pearce, C. Evelyn, 2009.
Anatomy and Phhysiology for Nurses. Gramedia, Jakarta

Putz, R. Pabst, R. 2006.
 Sobotta Atlas of Human Anatomy Vol : 2, 14th Edition. Elsevier, Munich

Rahman Nova, 2009
Radiofotografi. Universitas Baiturrahmah, Padang

Rasad, Sjahriar, 2005.
Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 453 – 455.

Syaifuddin, 2006.
Anatomi fisiologi untuk Siswa Perawat. EGC, Jakarta.

Jenis-jenis Fistula, 2015
http://en.m.wikipedia.org/wiki/fistula
diakses pada hari Senin, 20 April 2015 pukul 20:00 WIB







Comments

Popular posts from this blog

sifat -sifat sinar alfa, beta, gamma dan X

BNO Sonde

teknik pemeriksaan radiografi caudografi