Kedokteran Nuklir Renogram pada klinis CKD (Chronic Kidney Disease)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Kedokteran nuklir merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang dapat dikatakan relatif masih baru jika dibandingkan dengan disiplin ilmu kedokteran lainnya.
Berawal dari ditemukannya zat radioaktif pada tahun 1896 oleh Henry Becquerel yang secara kebetulan menemukan sinar nonvisual dari elemen Uranium yang dapat menghitamkan plat foto, manusia mulai memanfaatkan tenaga nuklir walaupun mula-mulanya hanya digunakan untuk keperluan militer. Baru setelah dunia dikejutkan oleh ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945 yang dapat menelan ratusan ribu korban jiwa, maka para ahli terutama ahli sarjana kedokteran mengharapkan agar tenaga nuklir dapat dimanfaatkan untuk tujuan damai, diantaranya dalam bidang kedokteran.
Salah satu teknik kedokteran nuklir yang banyak digunakan untuk mendiagnosis saat ini adalah Renogram. Pemeriksaan ini menggunakan radiofarmaka yang dimasukkan melalui intravena.
Dalam pencitraan kedokteran nuklir, radiofarmaka diberikan melalui intraven. Kemudian detector eksternal (gamma kamera) menangkap dan membentuk gambar dari radiasi yang dipancarkan oleh radiofarmaka. Proses ini tidak seperti sinar-X diagnostic dimana radiasi eksternal melewati tubuh untuk membentuk sebuah gambaran. Pencitraan kedokteran nuklir juga dapat disembunyikan sebagai pencitraan radionuklida atau scintigraphi nuklir.
 Keunggulan dari kedokteran nuklir ini umumnya banyak membantu dalam diagnostic pencitraan yang lebih spesifik organ atau jaringan (misalnya scan paru-paru, scan jantung, scan tulang, scan otak, Renogram, dll).
Radiofarmaka digunakan dalam teraphy kedokteran nuklir yang memancarkan radiasi pengion jarak pendek, sehingga meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan yang dapat merusak organ atau struktur yang ada didekatnya. 

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka, masalah yang akan dibahas adalah :
Bagaimana penatalaksanaan Pemeriksaan  Renogram  dengan klinis CKD(Chronic Kidney Disease)  di Kedokteran Nuklir Rumah Sakit X


1.3.  Batasan Masalah
     Dalam penyusunan studi kasus ini, penulisan hanya di batasi pada pemeriksaan Renogram dengan klinis CKD(Chronic Kidney Disease) di Rumah Sakit X

1.4.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini antara lain untuk :
a)      Mengetahui prosedur penatalaksanaan pemeriksaan Renogram dengan klinis CKD(Chronic Kidney Disease) di Kedokteran Nuklir Rumah Sakit X
b)      Untuk mengetahui komponen input dan output  seperti alat, bahan, , hasil gambaran, ekspertise dan teori pada pelaksanaan Renogram dengan klinis  CKD(Chronic Kidney Disease) di Departement Kedokteran Nuklir Rumah Sakit X
c)      Agar dapat lebih memahami dan mengerti menganai kedokteran nuklir dan prosedur penatalaksanaan pemeriksaan  Renogram dengan Klinis CKD(Chronic Kidney Disease) di Departement Kedokteran Nuklir Rumah Sakit X



1.5.  Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penulisan studi kasus  ini adalah:
a)      Untuk menambah pengalaman dan mengetahui secara jelas mengenai kedokteran nuklir serta memahami teknik pelaksanaan Renogram.
b)      Menambah ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa maupun dosen .

1.6.  Tempat  dan Waktu Praktek Kerja Nyata
Praktek Kerja Nyata (PKN) dilakukan di Instalasi Radionuklir RS X dilakukan pada tanggal 02-31 Maret 2015.


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.  Anatomi dan fisiologi
A.         Anatomi Tract Urinarius
Yang dimaksud dengan sistem urinaria adalah suatu sistem tentang pembentukan urine mulai dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Pearce, 1999).
a)      Ginjal
Ginjal merupakan sistem ekskresi yang membersihkan darah dari zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Zat-zat tersebut merupakan hasil dari reaksi-reaksi kimia yaitu: ureum, asam urat, kreatinin, fenol, sulfat dan fosfat (Himawan, 1973).
      Ginjal biasa juga disebut dengan ren atau kidney, terletak di belakang rongga peritoneum dan berhubungan dengan dinding belakang dari rongga abdomen, dibungkus lapisan lemak yang tebal. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah dan lebih tebal dari ginjal kiri, hal ini karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal kanan setinggi lumbal I sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI dan XII. Bentuknya seperti biji kacang tanah dan margo lateralnya berbentuk konveks dan margo medialnya berbentuk konkav. Panjangnya sekitar 4,5 inchi (11,25 cm), lebarnya 3 inchi (7,5cm), dan tebalnya 1,25 inchi (3,75cm). Nefron merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan tubulus urinarius (papilla vateri).
Fungsi ginjal antara lain (Syaifuddin, 1997). :
a.    Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun.
b.    Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
c.    Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
d.    Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh.
e.    Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin, dan amoniak.

Keterangan:
1.    Ginjal
2.    Kaliks
3.    Renal pelvis
4.    Medulla
5.    Cortex
6.    Ureter
7.    Vena renalis
8.    Arteri renalis
 

Gambar    2.2.    Anatomi Ginjal (Nn, 2008)




b)   Ureter
      Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan berjalan menuju ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke kandung kemih melalui bagian posterior lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan anatomis (Syaifuddin, 1997), yaitu :
1.    Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil
2.    Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri iliaka
3.    Vesicouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam Vesica Urinaria (kandung kemih).
c)    Kandung Kemih
      Kandung kemih merupakan muskulus membran yang berbentuk kantong yang merupakan tempat penampungan urine yang dihasilkan oleh ginjal, organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar, sekitar bagian postero superior dari symphisis pubis. Bagian kandung kemih terdiri dari fundus (berhubungan dengan rectal ampula pada laki-laki, serta uterus bagian atas dari kanalis vagina pada wanita), korpus, dan korteks. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Kandung kemih bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya, tergantung dari volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari Vesica Urinaria adalah 350-500 ml.
      Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara (reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae (kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing dapat membesar dan menampung jumlah urine yang banyak (Pearce, 1999).

Keterangan:
1.    Ureter
2.    Vesica urinaria
3.    Trigone
4.    Orifisium uretra eksternal
5.    Uretra
 

Gambar   2.3.    Anatomi Kandung Kemih (Nn, 2005)


d)   Uretra
      Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane dengan muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung kemih. Letaknya agak ke atas orivisium internal dari uretra pada kandung kemih, dan terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm) pada pria. Uretra pria dibagi atas pars prostatika, pars membran, dan pars kavernosa (Pearce, 1999).
      Uretra berfungsi untuk transpor urine dari kandung kencing ke meatus eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang air.

2.2.  Indikasi Pemeriksaan Renogram
Salah satu indikasi dalam pemeriksaan Renogram yaitu CKD(Chronic Kidney Disease) ,  adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen pada ginjal. Ginjal tidak mampu melakukan fungsinya untuk membuang sampah sisa metabolisme dalam tubuh, mempertahankan keseimbangan cairan , elektrolit dan asam basa dalam tubuh.



2.3.  Teknik Pemeriksaan Renogram
2.3.1        Persiapan Peralatan
A.    Gamma Kamera
Kamera gamma adalah kamera yang memanfaatkan pancaran radiasi yang dipancarkan dari dalam tubuh pasien setelah diberikan suatu zat radioaktif.
Pada prinsipnya pesawat atau alat di kedokteran nuklir hanya sebagai detector, yaitu menangkap radiasi yang dipancarkan oleh radioaktif di dalam tubuh pasien dan kemudian merubahnya menjadi data yang dapat dilihat berupa gambar, angka, grafik dan warna.
Di kedokteran nuklir dibutuhkan suatu alat gamma kamera yang mempunyai jumlah detector yang banyak.
Gambar 2.4 Ruang pemeriksaan kedokteran nuklir
Gamma kamera terdiri dari:
1.      Detector
Detector adalah alat yang dapat mengubah sinar gamma menjadi sinar tampak.
2.      Kolimator
Kolimator pada lensa gamma kamera digunakan untuk memfokuskan sinar gamma.
Ada dua parameter spesifik dari kolimator, yaitu:
1)      Spatial Resolution, menunjukkan ketajaman gambar dan memberikan gambaran minimum dua struktur yang bisa dibedakan satu sama lain
2)      Spatial Sensitivas, menggambarkan banyaknya sinar gamma yang dapat melalui kolimator dan menembak detector.
a.       LEHR (Low Energy High Resolution)
Merupakan jenis kolimator yang menghasilkan energy gamma 150 KeV
b.      HELR (High Energy Low Resolution)
Merupakan jenis kolimator yang digunakan untuk energy lebih dari 350KeV
c.       LEHS (Low Energy High Sensitivity)
Merupakan jenis kolimator high sensitive yang memungkinkan untuk menerima jumlah cacah lebih banyak.
d.      LEGP (Low Energy General Purpose)
Merupakan jenis kolimator yang dapat menerima energy yang dua kali lebih banyak. 
3.            Photo Multiplier Tube (PMT)
Photo multiplier Tube berfungsi mengubah sinar tampak menjadi signal-signal elektrik. Signal-signal elektrik ini akan diubah menjadi signal X, Y, Z.
4.            Catode Ray Tube (CRT)
Catode Ray Tube menggunakan signal X, Y untuk menentukan lokasi ruang.
5.            Pulse Height Analyzin (PHA)
Pulse Height Analyzin sebagai tempat memproses signal Z yang menunjukkan besarnya energy yang masuk dan menumbuk Kristal detector. Semua data-data ini akan disimpan dalam memori computer dan akan diolah menjadi data-data visual berupa gambar, grafik, maupun angka.
6.            Kristal Scintilasi
Kristal scintilasi pada kamera gamma memiliki dua fungsi utama yakni menyerap energy photon dan mengubah citra gamma ke citra cahaya tampak. Kristal scintilasi pada umumnya terdiri dari natrium Iodida (NaI) Kristal plus Thalium Acivated yang disebut Kristal NaI(Tl).B.R.Bairi,1994.

B.     Generator
Generator adalah induk dari radionuklida anak yang memiliki waktu paruh yang panjang dan stabil dan dapat di elusikan dengan mudah menjadi radionuklida anak.
Gambar 2.5 Generator Tc 99m     
  
    Gambar 2.6 tempat dilakukan preparasi radioaktif
                 Cara pengambilan atau pengelusian dari generator ke vial vacuum:
1.           Ambil vial vacuum, basahi dengan alcohol
2.           Masukkan vial vacuum ke dalam generator
3.           Tusuk vial vacuum pada jarum yang ada pada container dari generator
4.           Ambil vial vacuum yang sudah terisi oleh radionuklida Tc99m
5.           Ukur aktifitasnya kurang lebih 2-5mCi



C.    Curie Meter
Merupakan alat untuk mengukur aktifitas dari radioaktif yang telah dielusikan. Tingkat aktifitas pada radiofarmaka Tc99m yang digunakan pada pemeriksaan Renogram 2-5mCi.
Gambar 2.7 Curie meter

D.    Radiofarmaka
Radiofarmaka menurut B.R.Bairi. 1994 adalah senyawa aktif yang dapat diberikan ke dalam tubuh baik secara per oral maupun  parental untuk tujuan diagnostic. Radiofarmaka dikatakan senyawa aktif karena merupakan persenyawaan antara radioaktif dan zat pembawa.
Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa kimia yang mengandung radioisotope yang diberikan pada pemeriksaan kedokteran nuklir. Pancaran radiasi dari radioisotope pada organ target itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk direkonstruksikan menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi.
1.      Zat Radioaktif
Menurut Holil, Achmad dan Iftah, Maghfirotul 2004, suatu zat dikatakan radioaktif apabila zat tersebut mempunyai aktivitas yang disebabkan oleh ketidakstabilan jumlah photon di dalam inti atom, dan dalam proses menuju kestabilan zat tersebut akan memancarkan radiasi.
Syarat-syarat zat radioaktif yang digunakan dalam kedokteran nuklir:
1.     Waktu paruh harus pendek, tetapi tidak boleh lebih pendek dari waktu pemeriksaan.
2.     Hanya memancarkan radiasi gamma
3.     Energy dari radiasi gamma sekitar 50-400 KeV
4.     Sifat kimianya non toxic
5.     Harus ekonomis (radiofarmaka dapat diproduksi secara mudah dan dalam jumlah yang banyak sehingga harganya murah)




2.      Zat Pembawa (KIT)
Zat pembawa umur atau zat yang dapat mengikat unsure radioaktif dan membawanya dengan mengikuti metabolisme tubuh yang akan diperiksa.
Beberapa zat pembawa antara lain:
1.      DTPA (Diethyline Triamine Pentacetic Acid), dapat dilabel dengan Tc99m pada pemeriksaan scanning ginjal.
2.      MDP (Methyline Disphosponate), dapat dilabelkan dengan Tc99m pada pemeriksaan scanning tulang.
3.      MAA (Macro Agregate Albumin), dilabelkan dengan Tc99m untuk pemeriksaan perfusi lung scan.
4.      MIBI (Metaxo Isobutil Isonitril) dilabelkan dengan Tc99m untuk pemeriksaan tyroid scan.

2.3.2        Persiapan Pemeriksaan
a)       Penderita dewasa : minum 400 ml air 20-30 menit sebelum pemeriksaan.
b)       Penderita anak-anak : diberikan volume cairan sesuai dengan berat badan.
c)       Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.
d)      Melakuan proses elusi dan preparasi, yaitu pengambilan Tc 99m dan pencampuran Tc99m dengan zat pembawa (DTPA).

2.4        Teknik Pemeriksaan
Posisikan pasien supine, arahkan kamera ke arah abdomen dimana ginjal dan blass masuk dalam satu lapangan penyinaran.
Injeksikan radiofarmaka yang telah di siapkan dan pemeriksaan segera dimulai. Proses pengolahan melalui program renal analisa data yang di terima selama pemeriksaaan berjalan, oleh komputer pengolah data akan dihasilkan serial gambar ginjal, grafik perfusi, grafik fungsi ginjal serta laju glomerulus.

2.5        Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.(Drs.Mukhlisin Akhadi,2000)
Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka pemakaian radiasi perlu diawasi, baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun adanya badan pengawas yang bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan pengawas tersebut adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
a.       Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi,
b.      Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi,
c.       Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi.
2.5.1        Proteksi radiasi untuk petugas radiasi
Dalam radiasi yang diberikan terhadap petugas radiasi sebesar 50mSv pertahun. Usaha-usaha yang dilakukan adalah:
a.       Pada penyuntikan radiofarmaka, petugas disarankan menggunakan sarung tangan agar menghindari terjadinya kontaminasi radioaktif.
b.      Radiographer harus berlindung dibalik tabir proteksi radiasi pada saat dilakukannya pemeriksaan.
c.       Radiographer tidak diperkenankan untuk memegang pasien pada saat dilakukannya pemeriksaan.
d.      Radiographer harus menggunakan alat pencatat dosis radiasi personil (film badge)
2.5.2        Proteksi radiasi untuk pasien
Pada kedokteran nuklir, proteksi radiasi yang dapat diberikan kepada pasien antara lain:
a.       Membatasi dosis radionuklida yang akan diberikan kepada pasien, usahakan sesuai dengan kebutuhan.
b.      Usahakan pasien tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan masyarakat umum, terutama balita.
c.       Pasien diminta untuk menunggu pada ruangan yang telah khusus disiapkan untuk pasien.
d.      Bila pasien ingin buang air kecil, pasien diminta buang air hanya pada toilet yang telah disediakan (toilet dekontaminasi)
e.       Peralatan yang telah digunakan dan terkontaminasi zat radioaktif (spuit, jarum suntik, hand scoon dan vial) harus dibuang pada container limbah radioaktif.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.        Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana dalam penelitian ini penulis selain melakukan observasi juga ikut serta dalam melakukan pemeriksaan, yang bertujuan untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari pemeriksaan Renogram dengan indikasi CKD(Chronic Kidney Disease)

3.2.       Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Kedokteran Nuklir Rumah Sakit X, paada bulan Maret 2015.

3.3.       Populasi dan Sampel
Populasi penelitian diambil dari pasien yang datang ke Instalasi Kedokteran Nuklir Rumah Sakit X, pada bulan Maret 2015 dengan sampel penelitian dari pasien dengan diagnos CKD(Chronic Kidney Disease) dan dilakukan Renogram.
A.    Fase Pengumpulan Data
Untuk menunjang penulisan karya tulis ini, maka penulis menggunakan fase pengumpulan data sebagai berikut:

1.      Studi kepustakaan
Mengumpulkan data dengan menelusuri buku-buku dan media internet yang berhubungan dengan penelitian ini.
2.      Studi observasi
Yaitu studi dengan cara mengamati dan melakukan secara langsung proses pemeriksaan juga mencatat hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan.

B.      Analisa Data
Analisa data dilakukan oleh radiolog spesialis kedokteran nuklir, yang dilakukan dengan membaca hasil gambaran dari pemeriksaan Renogram.









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.  Hasil Penelitian
Penatalaksaan pemeriksaan kedokteran nuklir Renogram dengan klinis CKD(Chronic Kidney Disease) di  Instalasi Radionuklir di Rumah Sakit X dengan data pasien :
A.    Data Pasien
1.      Nama                             :  
2.      Umur                             :  
3.      Jenis kelamin                : 
4.      Tanggal Pemeriksaan   :   

B.     Spesifikasi Alat
1.      Merk                : 
2.      Produksi          :
3.      Jenis                : 
4.      Tegangan         : 




C.    Teknik Pemeriksaan
Alur dan teknik pemeriksaan kedokteran Nuklir Renogram di RS X sebagai berikut   
1.      Pasien dari RS atau luar RS membawa surat pengantar dari dokter
2.      Pasien mendaftar di Loket Kedokteran Nuklir
3.      Pasien melakukan persiapan setelah mendapat penjadwalan pemeriksaan
4.      Setelah pasien melakukan persiapan menunggu di ruang tunggu kedoteran nuklir dan dilakukan pemeriksaan Renogram
5.      Pesawat SPECT CT yang telah di kalibrasi
6.      Dilakukan proses Pre Syringe, yaitu radiofarmaka sebelum disuntikan ke dalam tubuh pasien, spuit  diletakan diatara kolimator kemuadian di ambil gambarannya.
7.      Pasien dengan indikasi CKD(Chronic Kidney Disease) dipoisiskan supine diantara kedua kolimator kemudian disuntikan dengan radiofarmaka Tc99m, kemudian diambil gambarannya kurang lebih 15 menit.
8.      Kemudian dilakukan proses Post Syringe, yaitu radiofarmaka sesudah disuntikan ke dalam tubuh pasien, spuit diletakkan diantara kolimator kemudian di ambil gambarannya
9.      Hasil gambaran siap dicetak dengan processing digital radiography
10.  Pengambilan hasil di loket kedokteran nuklir satu hari setelah pemeriksaan
11.  Selesai

D.    Hasil Gambaran Kedokteran Nuklir Renogram  pada klinis CKD (Chronic Kidney Disease)

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>SKIP<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

E.     Hasil Ekspertise Gambaran Kedokteran Nuklir Renogram pada klinis CKD (Chronic Kidney Disease)
Hasil pemeriksaan Renogram dengan radiofarmaka Tc99m DTPA dengan dosis 4mCi :
LFG ginjal kiri          : 13.51 ml/mnt
LFG ginjal kanan      : 15.08 ml/mnt
LFG total                  : 28.59 ml/mnt
Tampak kedua ginjal menangkap radioaktifitas sangat kurang dan tampak fungsi ginjal sudah sangat kurang.
BAB V
KESIMPULAN
5.1.  Kesimpulan
Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan terhadap pemeriksaan Renogram pada kasus ckd maka,  di dapatkan hasil melalui ekspertise  radiolog spesialis kedokteran nuklir maka penulis mendapat kesimpulan :
1.      Kedokteran nuklir digunakan untuk mendiagnosis suatu kelainan dengan cara menyuntikan radiofarmaka ke dalam tubuh pasien
2.      Dalam pemeriksaan Renogram dapat menilai fungsi filtrasi dari glomerulus, dalam bentuk angka




Comments

Popular posts from this blog

sifat -sifat sinar alfa, beta, gamma dan X

BNO Sonde

teknik pemeriksaan radiografi caudografi