TEKNIK RADIOGRAFI OLECRANON DENGAN VARIASI PENYUDUTAN OBJEK LATERAL
1.
Latar
Belakang
Dari
berbagai pemeriksaan konvensional salah satu pemeriksaan radiologi adalah
pemeriksaan Olecranon dengan
menggunakan teknik pengambilan foto elbow
joint. Pemeriksaan Olecranon
merupakan pemeriksaan radiografi persendian antara antebrachiie dengan humerus
mengunakan sinar-x untuk menegakan diagnosa yang didasarkan pada hasil
pemeriksaan patologi anatomi yang dapat memperlihatkan bentuk, letak, anatomi
serta kelainan- kelainan yang terdapat pada
Olecranon dengan menggunakan teknik tertentu. Terkadang ada beberapa pasien
dilakukan pemeriksaan foto elbow joint
dengan suspek trauma, dan pada saat dilakukan pemeriksaan dan pada waktu memposisikan
objek mengalami kesukaran memposisikan dengan sudut 90° di bagian elbow joint karena mengalami trauma.
Radiografer
harus menguasai teknik-teknik radiografi tentang tata cara pemeriksaan dengan
mengunakan sinar-x untuk menghasilkan gambaran radiografi yang optimal yang
dapat di pakai untuk menegakan diagnosa dari suatu kasus atau penyakit. Untuk
itu penulis melakukan eksperimen tentang penatalaksanaan teknik pemeriksaan Olecranon dengan variasi penyudutan
objek lateral.
Dalam
eksperimen ini menggunakan 2 (dua) metode dengan posisi objek lateral yaitu :
1.1
Objek di fleksikan dengan membentuk sudut 135°
lalu
di ekspose.
1.2
Objek di fleksikan dengan membentuk sudut 45° lalu di ekspose.
Dengan
penelitian ini,
penulis ingin mengetahui cara penatalaksanaan dari Olecranon dengan kedua metode tersebut, sehingga penulis dapat
mengetahui metode mana yang lebih baik untuk melihat gambar Olecranon.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis
mengajukan judul “Penatalaksanaan Teknik Radiografi Olecranon
dengan Variasi
Penyudutan Objek Lateral”.
2.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
pada penelitian ini adalah :
2.1
Bagaimana proses pembuatan foto Olecranon
yang baik ?
2.2 Bagaimana hasil yang dicapai pada
pembuatan foto Olecranon dengan dua
metode tersebut ?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah:
3.1 Tujuan
Umum
Tujuan
penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah mengetahui penatalaksanaan gambar Olecranon dengan 2 (dua) metode.
3.2 Tujuan Khusus
Agar
penulis dapat mengetahui metode yang terbaik untuk pengambilan foto Olecranon.
a. Untuk melihat gambar olecranon dengan objek difleksikan 135°
b. Untuk melihat gambar olecranon dengan objek difleksikan 45°
4.
Manfaat Penelitian
>>>>>skip<<<<
5. Sistematika Penulisan
Dalam
penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis membagi sistematika penulisan kedalam
5 (lima) bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang anatomi, patologi, teknik pemeriksaan, terjadinya sinar-x, terjadinya gambaran radiografi,
kualitas gambaran, proteksi radiasi, kerangka konsep dan definisi operasional.
BAB III METODOLOGI
PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang desain penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sampel, cara pengumpulan
data, langkah-langkah observasi, cara pengolahan dan analisa data.
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang hasil dan pembahasan pemeriksaan
Olecranon.
BAB V KESIMPULAN
DAN SARAN
Bab
ini berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Landasan Teori
1.1
Anatomi
a. Humerus
Humerus merupakan tulang panjang pada lengan atas, yang berhubungan dengan skapula melalui fossa glenoid. Di bagian proksimal,
humerus memiliki beberapa bagian
antara lain leher anatomis, leher surgica,
tuberkulum mayor, tuberkulum minor dan sulkus intertuberkular. (Syaifuddin, 2006) dan bagian
distal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain condyles, epicondyle lateral,
capitulum, trochlear, epicondyle medial
dan Olecranon (di sisi posterior).
Tulang ulna akan berartikulasi dengan
humerus di Olecranon, membentuk sendi engsel. Pada tulang humerus ini juga terdapat
beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk otot deltoid. (sectiocadaveris.wordpress.com/artikel../anatomi-sistem-rangka/26-02-2011)
Gambar 2.1 Anatomi distal Humerus sinistra
(Bontrager, L. Kenneth 6 th Edition.)
b. Radius
Radius merupakan
tulang lengan bawah yang terletak di sisi lateral
pada posisi anatomis. Di daerah proksimal,
radius berartikulasi kapitulum humerus dan sisi kepala radius dengan takik radial ulna, sehingga memungkinkan terjadinya
gerak pronasi-supinasi. Sedangkan di daerah distal,
terdapat prosesus styloid dan area
untuk perlekatan tulang-tulang karpal
antara lain tulang scaphoid dan
tulang lunate. (Pearce, C. Evelyn, 2009.Anatomy and
Psychology for Nurses)
Gambar
2.2 Anatomi proximal Radius sinistra
(Bontrager,
L. Kenneth 6 th
Edition.)
c. Ulna
Ulna
merupakan tulang lengan bawah yang terletak di sisi medial pada posisi anatomis. Di daerah proksimal, ulna berartikulasi
dengan humerus melalui Olecranon (di bagian posterior) dan
melalui prosesus coronoid (dengan trochlea
pada humerus). Artikulasi ini berbentuk sendi engsel, memungkinkan terjadinya
gerak fleksi-ekstensi. Ulna juga berartikulasi dengan radial
di sisi lateral. Artikulasi ini berbentuk sendi kisar, memungkinkan terjadinya gerak
pronasi-supinasi. Di daerah distal, ulna kembali berartikulasi dengan radial, juga terdapat suatu prosesus
yang disebut sebagai prosesus styloid.
Dan menurut (Binarupa Aksara, 1993 Gross
anatomi) Os ulna memiliki
beberapa bagian yaitu :
1)
Mempunyai
Olecranon yang merupakan penonjolan
yang melengkung pada bagian belakang siku.
2)
Mempunyai
procesus koronoideus di bawah insisura troklearis humeri.
3)
Mempunyai
insisura radialis untuk kaput radii
4)
Mempunyai
kaput (ujung distal), yang bersendi dengan diskus
artikularis dan artikulasio
radioulnaris distalis.
5)
Mempunyai
procesus stiloideus pada ujung distalnya.
Gambar
2.3 Anatomi proximal Ulna sinistra
(Bontrager,
L. Kenneth 6 th
Edition.)
d. Elbow Joint
Tulang-tulang
yang membentuk Elbow Joint yaitu Humerus bagian distal yang berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi
dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah
dalam berbentuk gelendong benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung
bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial di sebelah dalam. (Pearce, Evelyn
C, 1997)
Gambar
2.4 Elbow Joint Lateral
(Bontrager,
L. Kenneth 6 th
Edition.)
1.2 Patologi
Adapun pemeriksaan olecranon Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
a.
Cedera
traumatik
Cedera traumatik pada tulang
dapat disebabkan oleh :
1)
Cedera
langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya.
2)
Cedera
tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur olecranon.
3)
Fraktur
yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b.
Fraktur
Patologik
Dalam
hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1)
Tumor
tulang (jinak atau ganas) adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2)
Osteomielitis adalah
infeksi tulang. Infeksi seperti osteomielitis : dapat
terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses
yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3)
Rakhitis
adalah pelunakan tulang pada anak anak merupakan suatu penyakit tulang yang
disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet
lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, disebabkan oleh stress
tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
dikemiliteran.
1.3 Teknik Pemeriksaan
Olecranon
a. Proyeksi Anterior Posterior (AP)
Menurut (Ballinger, W,
Philip, 1995)
1) Ukuran kaset : 18 x 24 atau 24
x 30 cm
2) FFD : 90 cm
3) Marker : R/L
4) CR : vertikal tegak lurus kaset
5) CP : pertengahan elbow joint
6)
Posisi pasien :
Pasien duduk rendah di ujung meja
pemeriksaan sehingga shoulder joint, humerus, elbow joint
dalam bidang yang sama.
7) Posisi Objek :
(a) Tangan dalam posisi supine,
ekstensikan elbow joint sehingga
sejajar dengan long axis kaset, dan elbow joint pada pertengahan kaset.
(b) Kedua humeral epycondyle dan sisi anterior dari elbow
sejajar dengan bidang film.
(c) Tangan harus supine untuk mencegah
rotasi dari tulang-tulang forearm.
(d)
Lindungi gonad
pasien dengan meletakan lead sheild
pelvis pasien.
Gambar
2.5 Proyeksi
AP
(Ballinger,
W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of
radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)
8) Struktur
Gambar
Tampak proyeksi AP dari elbow joint, bagian distal dari lengan dan lengan bawah.
Gambar 2.6 Radiografi Proyeksi
AP
(Ballinger,
W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of
radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)
9) Kriteria
Evaluasi
Harus
menggambarkan dengan jelas :
(a) Radial head,
neck dan tuberocity sedikit superposisi dengan proximal
ulna.
(b) Terbukanya
elbow joint dan berada di tengah
kaset.
(c) Tidak
ada rotasi dari humeral epycondylus.
(d) Soft tissue
terlihat jelas.
b.
Proyeksi Lateral
Menurut (Ballinger, W,
Philip, 1995)
1) Ukuran kaset : 18 x 24 atau 24
x 30 cm
2) FFD : 90 cm
3) Marker : R/L
4) CR : vertikal tegak lurus kaset
5) CP : pertengahan
elbow joint
6) Posisi
pasien :
Pasien
duduk di meja pemeriksaan, atur shoulder joint, humerus dan elbow joint
sehingga berada pada garis yang sama.
7) Posisi
Objek :
(a)
Dari posisi supine, fleksikan sendi siku 90° dan atur sehingga humerus dan lengan bawah menempel pada
kaset.
(b)
Sendi siku di letakkan di tengah tengah kaset dan atur sehingga long axis film sejajar dengan long axis lengan bawah.
(c)
Untuk cakupan arm dan forearm lebih banyak maka kaset di
letakkan secara diagonal.
(d)
Untuk memperoleh posisi lateral
dari elbow maka :
(1) Atur tangan dalam posisi lateral.
(2) Menjaga humeral epycondylus tegak lurus terhadap film.
(e) Gunakan
shield Gonad.
Gambar 2.7 Proyeksi Lateral
(Ballinger,
W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of
radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)
8) Struktur
Gambar
Tampak
proyeksi Lateral dari elbow joint, bagian distal dari lengan dan lengan bawah.
Gambar 2.8 Radiografi
Proyeksi Lateral
(Ballinger,
W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of
radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)
9) Kriteria
Evaluasi
Harus
menggambarkan dengan jelas :
(a) Terbukanya ruang sendi siku.
(b)
Elbow fleksi 90°.
(c) Epycondylus
humeral superposisi.
(d)
Radial head sebagian superposisi
dengan coronois process.
(e) Terlihatnya
process olecranon.
c.
Proyeksi
Axial
Menurut
Clark et. al, 2005.
1) Posisi
Pasien
Pasien
duduk di samping meja pemeriksaan,
dengan sisi yang di periksa dekat dengan
meja.
2) Posisi Objek
(a) Siku sepenuhnya ditekuk, dan telapak tangan
menghadap bahu.
(b) Aspek
posterior lengan atas ditempatkan pada kaset (24 x 30 cm), dan lengan paralel
dengan sumbu panjang kaset.
(c) Tubuh
pasien disesuaikan untuk membawa medial dan lateral epicondyles humerus jauh dari kaset.
3) Arah dan pusat sinar-x
(a) Untuk
ujung bawah humerus dan proses olecranon dari ulna, arah sinar vertikal dan berpusat
pada 5 cm distal proses olecranon.
(b) Untuk
ujung proksimal radius dan ulna, termasuk radio humeral joint, sinar
diarahkan pada sudut kanan ke lengan bawah dan berpusat 5 cm distal proses olecranon.
Gambar
2.9 Proyeksi Axial
Clark et. al, 2005. Positioning in
Radiography, 12th Edition.
Gambar 2.10 Radiografi
Proyeksi Axial
Clark et. al, 2005. Positioning in
Radiography, 12th Edition.
4) Karakteristik
Gambar
(a) Gambar
akan mencakup procesus Olecranon dan
sepertiga dari radius dan ulna ditumpangkan pada sepertiga humerus.
(b) Pemaparan
harus memadai untuk memvisualisasikan ketiga tulang.
1.4 Terjadinya Sinar-x
Tabung sinar-x merupakan
sebuah tabung yang terbuat dari bahan gelas yang hampa udara. Di dalam tabung
sinar-x ini terdapat 2 (dua) dioda yaitu anoda dan katoda dengan katoda yang
bermuatan negatif dan anoda bermuatan positif. Saat filament yang berada di katoda
di panaskan, filament ini akan mengeluarkan electron. Semakin lama di panaskan,
electron yang keluar dari filament akan semakin banyak sehingga terjadilah apa
yang disebut dengan awan electron.
Kemudian
antar katoda dan anoda diberi beda potensial yang sangat tinggi, minimal 40 kV,
sehingga electron yang berada di katoda akan bergerak dengan sangat cepat
menuju anoda. Electron yang bergerak menuju ke anoda dengan sangat cepat ini,
akan menumbuk bagian kecil dari anoda yang disebut dengan target. Dan terjadilah
99% panas dan 1% sinar-x. (Rahman,
2009).
1.5 Terjadinya Gambar
Butir-butir perak bromida
(AgBr) di dalam emulsi terdiri dari ion-ion Bromida negatif (Br-)
dalam susunan geometri yang disebut cristal lattice. Apabila butir AgBr terkena
cahaya tampak atau sinar-x maka beberapa ion bromida dalam cristal melepaskan
electron. Electron-electron ini nantinya akan di tangkap oleh sebuah bagian
dari film yang disebut sensitivity speck yang berada di dalam cristal.
Dengan adanya penangkapan
electron-electron tersebut maka sensitivity speck menjadi bermuatan negatif.
Ion-ion perak positif yang bebas dapat ditarik oleh electron yang terdapat pada
sensitivity speck sehingga terjadilah netralisasi ion perak oleh
electron-electron tersebut. Kejadian tersebut berulang-ulang dengan cepat dan
tertimbunlah banyak atom perak pada sensitivity speck yang merupakan bagian
daari bayangan laten (Rahman, 2009).
1.6 Kualitas Gambar Radiografi
Sebuah
Radiograf di haruskan bisa memberikan informasi yang jelas dalam upaya
menegakan sebuah diagnosa.
Untuk memenuhi kualitas gambar radiografi yang tinggi maka sebuah
radiograf harus memenuhi beberapa aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf
yaitu :
a. Densitas
Densitas
adalah derajat kehitaman pada film. Hasil dari eksposi film setelah diproses
menghasilkan efek penghitaman karena sesuai dengan sifat emulsi film yang akan
menghitam apabila di eksposi. Derajat kehitaman ini tergantung pada tingkat
eksposi yang diterima baik itu kV maupun mAs.
b. Kontras
Kontras
adalah perbedaan densitas pada area yang berdekatan dalam radiograf. Semakin
besar nilai kontras, maka gambaran akan semakin jelas terlihat.
c. Ketajaman
Jika
kontras didefinisikan sebagai perbedaan densitas, maka ketajaman memperlihatkan
bagaimana perubahan densitas antara daerah yang berdekatan. Batas antara dua
area yang muncul bisa sangat tajam, hal ini dikarenakan terdapat perubahan
drastis nilai densitas pada batas tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa
semakin tinggi nilai kontras, maka semakin tajam gambar yang dihasilkan.
d. Detail
Detail adalah kemampuan untuk
memperlihatkan struktur yang sangat kecil pada sebuah film. Pada sebuah
pemeriksaan radiografi, ada bagian dari gambaran tersebut yang memiliki
struktur yang sangat kecil namun sangat penting dalam menegakan diagnosa. (Rahman, 2009).
1.7 Proteksi Radiasi
a. Pengertian
Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu
pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun
lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau
sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang
merugikan kesehatan akibat paparan radiasi (Drs. Mukhlisin Akhadi, 2000).
Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka
pemakaian radiasi perlu diawasi, baik melalui peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun
adanya badan pengawas yang
bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan
pengawas tersebut adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
Filosofi proteksi radiasi yang
dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International
Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis
radiasi, yang intinya sebagai berikut:
1) Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali
mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang
dikenal sebagai Azas Justifikasi.
2) Paparan radiasi diusahakan pada tingkat
serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor
ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai Azas Optimasi.
3) Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas
yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal
sebagai Azas Limitasi.
b.
Proteksi Radiasi untuk Petugas Radiasi
Menurut Badan
Tenaga Atom Nasional (2006), dosis radiasi yang diperkenankan terhadap petugas
radiasi sebesar 20 mSv pertahun. Usaha - usaha yang harus dilakukan adalah :
1) Radiografer harus berlindung dibalik tabir proteksi
radiasi pada saat dilakukannya penyinaran.
2) Radiografer tidak diperkenankan untuk memegang pasien
pada saat dilakukannya penyinaran.
3) Radiografer harus menggunakan alat pencatat dosis radiasi
personil.
c.
Proteksi
Radiasi untuk Penderita
Menurut Ballinger (1999), tindakan proteksi radiasi yang
bisa dilaksanakan adalah :
1)
Filtration
(penyaringan)
Filtrasi minimal adalah 2,5 mm Al untuk semua tabung flouroscopy dan untuk tabung radiografi
di atas 70 kVp. Tujuan dari pemberian filtrasi adalah untuk mengurangi jumlah
sinar-x
berenergi rendah yang mencapai pasien. (Ballinger, 1999).
2)
Collimation (kolimasi)
Kolimasi adalah pembatasan sinar-x yang mencapai objek yang diperiksa,
karena semakin lebar
kolimasi semakin besar dosis yang diterima (Ballinger, 1999)
3)
Shielding
Khusus
Menurut Ballinger (1999), gonad shielding digunakan pada situasi berikut ini :
(a) Ketika pasien pada masa reproduksi.
(b) Ketika gonad berada
dekat pada daerah yang akan mendapat paparan sinar-x.
(c)
Penggunaan
shield gonad mengurangi dosis gonad mendekati nol.
4) Teknik Radiografi
Teknik
radiografi bukan hanya mempengaruhi kualitas gambar tapi juga berpengaruh besar
pada dosis pasien. Semakin tinggi kVp (tegangan tabung) maka dosis yang
diterima pasien bisa berkurang, bila mAs (arus dan waktu penyinaran) tinggi
maka akan meningkatkan dosis pasien (Ballinger, 1999).
d. Proteksi
Radiasi untuk Masyarakat Umum
Menurut
Badan Tenaga Atom Nasional (2006), dosis radiasi yang diperkenankan terhadap
masyarakat umum adalah tidak boleh lebih dari sepersepuluh dari dosis pekerja
radiasi, yaitu sekitar 2 mSv per tahun. Usaha - usaha yang harus dilakukan adalah :
1)
Orang
yang tidak berkepentingan dilarang berada di dalam kamar pemeriksaan.
2)
Arah
penyinaran diusahakan ke bawah dan apabila
penyinaran ke arah samping atau menyudut maka diusahakan tidak mengarah
ke pintu.
3) Pada
saat melakukan penyinaran maka pintu harus selalu ditutup.
Input
1.
Pasien.
2.
formulir permintaan.
3.
Pesawat rontgen.
4.
Kaset 24 x 30.
5.
Film.
6.
Marker.
7.
Procesing otomatis.
8.
Apron.
|
Proses
1. Teknik
memposisikan pasien.
2. Proses
pengambilan gambaran.
3. Proses
pencucian.
|
Output
1. Hasil
gambaran objek dengan membentuk sudut 135°.
2. Hasil
gambaran objek dengan membentuk sudut 45°.
|
>>>>>skip<<<<<
3. Definisi Operasional
3.1 Input
a. Pesawat sinar-x adalah alat yang
menghasilkan sinar-x untuk keperluan diagnosa.
b.
Kaset adalah suatu kotak tahan cahaya yang berisi dua buah intesifying screen yang memungkinkan
untuk dimasukkan film roentgen diantara keduanya dengan mudah.
c.
Film adalah pencatat bayangan radiograf yang peka terhadap sinar-x dan
cahaya.
d.
Pasien adalah objek yang kita periksa pada bagian Olecranon.
e. Alat cuci film adalah alat yang digunakan
untuk mencuci film secara otomatis yang terdiri dari developer, fixer, dan
washing, drying.
f. Apron adalah suatu alat proteksi radiasi.
3.2 Proses
Suatu kegiatan melakukan penatalaksanaan teknik radiografi Olecranon dengan variasi penyudutan objek lateral.
a.
Eksposi pertama,
dilakukan pada objek dengan tangan membentuk sudut 135°.
b.
Ekaposi kedua, dilakukan pada
objek dengan tangan membentuk sudut 45°.
3.3 Output
Hasil gambaran pemeriksaan Olecranon
dengan objek membentuk sudut 135°
dan
sudut 45°.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan
metode eksperimen observasi pada pemeriksaan
Olecranon.
2. Tempat dan
Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Instalasi Radiologi RS X , dan dilaksanakan pada tanggal XXX.
3. Populasi
dan Sampel
Populasi adalah pasien yang berkunjung di Instalasi Radiologi, dan
menggunakan sampel sebanyak 1 orang pasien dengan pemeriksaan Elbow Joint.
4. Cara Pengumpulan Data
Dalam
rangkaian untuk menunjang Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan data dengan menggunakan 2
(dua) macam metode, dan
metode yang digunakan yaitu :
4.1
Study Kepustakaan
Adalah metode dimana penulis
memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan membaca dan mempelajari literatur
yang berkaitan dengan kasus ini.
4.2
Study
Observasi
Adalah
metode dimana penulis melakukan pemeriksaan Olecranon
dengan 2 (dua) metode penyudutan objek,
yaitu :
a)
Eksposi pertama,
dilakukan pada tangan dengan membentuk sudut 135°.
b)
Eksposi kedua, dilakukan pada
tangan dengan membentuk sudut
45°.
5.
Langkah-Langkah Observasi
5.1 Alat dan
Bahan
Untuk melakukan pemeriksaan Olecranon adapun alat dan bahan yang
harus dipersiapkan,
yaitu :
a. Pesawat
Rontgen.
Pesawat yang digunakan bersifat
Stasioner (terpasang tetap) dengan kriteria sebagai berikut:
1) Merek :
2) Type :
3) Jenis :
4)
Kapasitas Maksimum :
5) Tube
:
6) Serial
Tube :
. b. Film Rontgen.
Film yang digunakan dalam
penelitian ini :
1)
Merk Film :
2)
Sensitif :
3)
Jenis :
4)
Ukuran :
c.
Kaset.
Kaset yang digunakan dalam ini :
1)
Merk Kaset :
2)
Ukuran :
d.
Marker.
Marker
yang digunakan dalam penelitian ini :
1) Terbuat
dari : Timbal dan Tembaga.
2) Bentuk : Huruf dan Angka.
3) Fungsi :
Memberikan penandaan anatomi.
e. Apron.
Apron merupakan alat Body Protection
Radiasi untuk pasien maupun radiografer dengan Ketebalan 0,5 mm.
f. Processing Otomatis.
1) Merek :
2) Buatan :
3) Waktu
Proses :
4)
Model :
g.
Objek.
Objek
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Elbow
joint kanan (Dextra).
5.2
Cara
Kerja
a.
Objek
Membentuk Sudut 135°
b.
Objek Membentuk Sudut 45°
3
Pengolahan
dan Analisa Data
Menggunakan
hasil expertise dari Dokter Spesialis Radiologi tentang hasil gambaran dari
pemeriksaan Olecranon.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari penatalaksanaan teknik
radiografi Olecranon dengan variasi
penyudutan objek lateral yang menggunakan sudut 135o dan sudut 45o
dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.1 Teknik radiografi Olecranon yang menggunakan sudut 45o lebih baik di
gunakan pada pemeriksaan Olecranon
karena hasil expertisenya sama dengan hasil expertise yang menggunakan sudut 90o.
1.2 Sedangkan teknik radiografi Olecranon yang menggunakan sudut 135o hasil expertisenya
hampir mendekati expertise yang menggunakan sudut 90o.
1.3 Pasien yang mengalami trauma,
Dislokasi, atau sebab lain yang pasien tidak dapat memflexikan Elbow Joint dengan sudut 90o,
maka kita tidak harus memaksakan posisi Elbow
Joint proyeksi Lateral 90o dan proyeksi Axial, karena ke-2 (dua)
metode tersebut bisa digunakan dalam pemeriksaan yang berhubungan dengan Elbow Joint.
2. Saran
Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah
ini penulis dapat memberikan 2 point saran yaitu :
2.1 Dalam melakukan pemeriksaan
Radiografi Olecranon pada pasien yang
mengalami trauma, dislokasi atau sebab lain yang pasien tidak dapat memflexikan
Elbow Joint dengan sudut 90o
sebaiknya Elbow joint tidak untuk dipaksakan membentuk sudut 90o pada bagian Elbow Joint (sendi siku)nya.
2.2 Ke-2 (dua) metode ini dapat
menjadi solusi Alternatif dalam pemeriksaan Olecranon
atau yang berhubungan dengan pemeriksaan Elbow
Joint dengan catatan dilihat dari segi bagaimana posisi trauma atau
dislokasinya.
Comments
Post a Comment