TEKNIK RADIOGRAFI OLECRANON DENGAN VARIASI PENYUDUTAN OBJEK LATERAL



1.        Latar Belakang
Dari berbagai pemeriksaan konvensional salah satu pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan Olecranon dengan menggunakan teknik pengambilan foto elbow joint. Pemeriksaan Olecranon merupakan pemeriksaan radiografi persendian antara antebrachiie dengan humerus mengunakan sinar-x untuk menegakan diagnosa yang didasarkan pada hasil pemeriksaan patologi anatomi yang dapat memperlihatkan bentuk, letak, anatomi serta kelainan- kelainan yang terdapat pada Olecranon dengan menggunakan teknik tertentu. Terkadang ada beberapa pasien dilakukan pemeriksaan foto elbow joint dengan suspek trauma, dan pada saat dilakukan pemeriksaan dan pada waktu memposisikan objek mengalami kesukaran memposisikan dengan sudut 90° di bagian elbow joint karena mengalami trauma.
Radiografer harus menguasai teknik-teknik radiografi tentang tata cara pemeriksaan dengan mengunakan sinar-x untuk menghasilkan gambaran radiografi yang optimal yang dapat di pakai untuk menegakan diagnosa dari suatu kasus atau penyakit. Untuk itu penulis melakukan eksperimen tentang penatalaksanaan teknik pemeriksaan Olecranon dengan variasi penyudutan objek lateral.
Dalam eksperimen ini menggunakan 2 (dua) metode dengan posisi objek lateral yaitu :
1.1 Objek di fleksikan dengan membentuk sudut 135° lalu di ekspose.
1.2 Objek di fleksikan dengan membentuk sudut 45° lalu di ekspose.

Dengan penelitian ini, penulis ingin mengetahui cara penatalaksanaan  dari Olecranon dengan kedua metode tersebut, sehingga penulis dapat mengetahui metode mana yang lebih baik untuk melihat gambar Olecranon.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan judul Penatalaksanaan Teknik Radiografi Olecranon dengan Variasi Penyudutan Objek Lateral”.

2.        Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :                                                                     
2.1  Bagaimana proses pembuatan foto Olecranon yang baik ?
2.2 Bagaimana hasil yang dicapai pada pembuatan foto Olecranon dengan dua metode tersebut ?

3.    Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah:
 3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah mengetahui penatalaksanaan gambar Olecranon dengan 2 (dua) metode.


3.2 Tujuan Khusus
Agar penulis dapat mengetahui metode yang terbaik untuk pengambilan foto Olecranon.
a. Untuk melihat gambar olecranon dengan objek difleksikan 135°
b. Untuk melihat gambar olecranon dengan objek difleksikan 45°

4.    Manfaat Penelitian
>>>>>skip<<<<
5.  Sistematika Penulisan
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis membagi sistematika penulisan kedalam 5 (lima) bab, yaitu:

BAB I       PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II      TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang anatomi, patologi, teknik pemeriksaan, terjadinya sinar-x, terjadinya gambaran radiografi, kualitas gambaran, proteksi radiasi, kerangka konsep dan definisi operasional.

BAB III    METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang desain penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sampel, cara pengumpulan data, langkah-langkah observasi, cara pengolahan dan analisa data.

BAB IV    HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang hasil dan pembahasan pemeriksaan Olecranon.

BAB V      KESIMPULAN DAN SARAN
                        Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori
1.1 Anatomi
a. Humerus
Humerus merupakan tulang panjang pada lengan atas, yang berhubungan dengan skapula melalui fossa glenoid. Di bagian proksimal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain leher anatomis, leher surgica, tuberkulum mayor, tuberkulum minor dan sulkus intertuberkular. (Syaifuddin, 2006) dan bagian distal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain condyles, epicondyle lateral, capitulum, trochlear, epicondyle medial dan Olecranon (di sisi posterior). Tulang ulna akan berartikulasi dengan humerus di Olecranon, membentuk sendi engsel. Pada tulang humerus ini juga terdapat beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk otot deltoid. (sectiocadaveris.wordpress.com/artikel../anatomi-sistem-rangka/26-02-2011)
Gambar 2.1 Anatomi distal Humerus sinistra
                                       (Bontrager, L. Kenneth 6 th Edition.)
b. Radius
Radius merupakan tulang lengan bawah yang terletak di sisi lateral pada posisi anatomis. Di daerah proksimal, radius berartikulasi kapitulum humerus dan sisi kepala radius dengan takik radial ulna, sehingga memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi. Sedangkan di daerah distal, terdapat prosesus styloid dan area untuk perlekatan tulang-tulang karpal antara lain tulang scaphoid dan tulang lunate. (Pearce, C. Evelyn, 2009.Anatomy and Psychology for Nurses)
 
Gambar 2.2 Anatomi proximal Radius sinistra
(Bontrager, L. Kenneth 6 th Edition.)

c. Ulna
Ulna merupakan tulang lengan bawah yang terletak di sisi medial pada posisi anatomis. Di daerah proksimal, ulna berartikulasi dengan humerus melalui Olecranon (di bagian posterior) dan melalui prosesus coronoid (dengan trochlea pada humerus). Artikulasi ini berbentuk sendi engsel, memungkinkan terjadinya gerak fleksi-ekstensi. Ulna juga berartikulasi dengan radial di sisi lateral. Artikulasi ini berbentuk sendi kisar, memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi. Di daerah distal, ulna kembali berartikulasi dengan radial, juga terdapat suatu prosesus yang disebut sebagai prosesus styloid. Dan menurut (Binarupa Aksara, 1993 Gross anatomi) Os ulna memiliki beberapa bagian yaitu :
1)   Mempunyai Olecranon yang merupakan penonjolan yang melengkung pada bagian belakang siku.
2)   Mempunyai procesus koronoideus di bawah insisura troklearis humeri.
3)   Mempunyai insisura radialis untuk kaput radii
4)   Mempunyai kaput (ujung distal), yang bersendi dengan diskus artikularis dan artikulasio radioulnaris distalis.
5)   Mempunyai procesus stiloideus pada ujung distalnya.

Gambar 2.3 Anatomi proximal Ulna  sinistra
(Bontrager, L. Kenneth 6 th Edition.)


d. Elbow Joint
Tulang-tulang yang membentuk Elbow Joint yaitu Humerus bagian distal yang berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong benang  tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial di sebelah dalam. (Pearce, Evelyn C, 1997)
 
Gambar 2.4 Elbow Joint Lateral
(Bontrager, L. Kenneth 6 th Edition.)

1.2 Patologi
Adapun pemeriksaan olecranon Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a.    Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1)        Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2)        Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur olecranon.
3)        Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b.    Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1)        Tumor tulang (jinak atau ganas) adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2)        Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3)        Rakhitis adalah pelunakan tulang pada anak anak merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c.    Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

1.3  Teknik Pemeriksaan Olecranon

a.    Proyeksi Anterior Posterior (AP)
Menurut (Ballinger, W, Philip, 1995)
1)   Ukuran kaset :  18 x 24 atau 24 x 30 cm
2)   FFD               :  90 cm
3)   Marker           :  R/L
4)   CR                  :  vertikal tegak lurus kaset
5)   CP                  :  pertengahan elbow joint
6)   Posisi pasien  :
Pasien duduk rendah di ujung meja pemeriksaan sehingga shoulder joint, humerus, elbow joint dalam bidang yang sama.
7)   Posisi Objek  :
(a)     Tangan dalam posisi supine, ekstensikan elbow joint sehingga sejajar dengan long axis kaset, dan elbow joint pada pertengahan kaset.
(b)     Kedua humeral epycondyle dan sisi anterior dari elbow sejajar dengan bidang film.
(c)     Tangan harus supine untuk mencegah rotasi dari tulang-tulang forearm.
(d)     Lindungi gonad pasien dengan meletakan lead sheild pelvis pasien.
 
Gambar 2.5 Proyeksi AP
(Ballinger, W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)

8)   Struktur Gambar
Tampak proyeksi AP dari elbow joint, bagian distal dari lengan dan lengan bawah.
 
Gambar 2.6 Radiografi Proyeksi AP

(Ballinger, W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)
9)   Kriteria Evaluasi
Harus menggambarkan dengan jelas :
(a)      Radial head, neck dan tuberocity sedikit superposisi dengan  proximal ulna.
(b)     Terbukanya elbow joint dan berada di tengah kaset.
(c)     Tidak ada rotasi dari humeral epycondylus.
(d)     Soft tissue terlihat jelas.

b.   Proyeksi Lateral
Menurut (Ballinger, W, Philip, 1995)
1)   Ukuran kaset :  18 x 24 atau 24 x 30 cm
2)   FFD               :  90 cm
3)   Marker          :  R/L
4)   CR                 :  vertikal tegak lurus kaset
5)   CP                 :  pertengahan elbow joint
6)   Posisi pasien :
Pasien duduk di meja pemeriksaan, atur shoulder joint, humerus dan elbow joint sehingga berada pada garis yang sama.
7)   Posisi Objek :
(a)     Dari posisi supine, fleksikan sendi siku 90° dan atur sehingga humerus dan lengan bawah menempel pada kaset.
(b)     Sendi siku di letakkan di tengah tengah kaset dan atur sehingga long axis film sejajar dengan long axis lengan bawah.
(c)     Untuk cakupan arm dan forearm lebih banyak maka kaset di letakkan secara diagonal.
(d)     Untuk memperoleh posisi lateral dari elbow maka :
(1) Atur tangan dalam posisi lateral.
(2) Menjaga humeral epycondylus tegak lurus terhadap film.
(e)     Gunakan shield Gonad.
.
Gambar 2.7 Proyeksi Lateral
(Ballinger, W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)


8)   Struktur Gambar
Tampak proyeksi Lateral dari elbow joint, bagian distal dari lengan dan lengan bawah.
 
Gambar 2.8 Radiografi Proyeksi Lateral

(Ballinger, W, Philip, 1995 Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.)


9)   Kriteria Evaluasi
Harus menggambarkan dengan jelas :
(a)  Terbukanya ruang sendi siku.
(b) Elbow fleksi 90°.
(c)  Epycondylus humeral superposisi.
(d) Radial head sebagian superposisi dengan coronois process.
(e) Terlihatnya process olecranon.

c.    Proyeksi Axial
Menurut Clark et. al, 2005.
1)   Posisi Pasien
Pasien duduk di samping  meja pemeriksaan, dengan sisi yang di periksa dekat   dengan meja.
2)  Posisi Objek
(a)      Siku sepenuhnya ditekuk, dan telapak tangan menghadap  bahu.
(b)     Aspek posterior lengan atas ditempatkan pada kaset (24 x 30 cm), dan lengan paralel dengan sumbu panjang kaset.
(c)     Tubuh pasien disesuaikan untuk membawa medial dan lateral epicondyles humerus jauh dari kaset.

3)  Arah dan pusat sinar-x
(a)     Untuk ujung bawah humerus dan proses olecranon dari ulna, arah sinar vertikal dan berpusat pada 5 cm distal proses olecranon.
(b)     Untuk ujung proksimal radius dan ulna, termasuk radio humeral joint, sinar  diarahkan pada sudut kanan ke lengan bawah dan berpusat 5 cm distal proses olecranon.
 
Gambar 2.9 Proyeksi Axial
Clark et. al, 2005. Positioning in Radiography, 12th Edition.
 
                  Gambar 2.10 Radiografi Proyeksi Axial
       Clark et. al, 2005. Positioning in Radiography, 12th Edition.

4)   Karakteristik Gambar
(a)     Gambar akan mencakup procesus Olecranon dan sepertiga dari radius dan ulna ditumpangkan pada sepertiga humerus.
(b)     Pemaparan harus memadai untuk memvisualisasikan ketiga tulang.

1.4  Terjadinya Sinar-x
Tabung sinar-x merupakan sebuah tabung yang terbuat dari bahan gelas yang hampa udara. Di dalam tabung sinar-x ini terdapat 2 (dua) dioda yaitu anoda dan katoda dengan katoda yang bermuatan negatif dan anoda bermuatan positif. Saat filament yang berada di katoda di panaskan, filament ini akan mengeluarkan electron. Semakin lama di panaskan, electron yang keluar dari filament akan semakin banyak sehingga terjadilah apa yang disebut dengan awan electron.
Kemudian antar katoda dan anoda diberi beda potensial yang sangat tinggi, minimal 40 kV, sehingga electron yang berada di katoda akan bergerak dengan sangat cepat menuju anoda. Electron yang bergerak menuju ke anoda dengan sangat cepat ini, akan menumbuk bagian kecil dari anoda yang disebut dengan target. Dan terjadilah 99%  panas dan 1% sinar-x. (Rahman, 2009).

1.5  Terjadinya Gambar
Butir-butir perak bromida (AgBr) di dalam emulsi terdiri dari ion-ion Bromida negatif (Br-) dalam susunan geometri yang disebut cristal lattice. Apabila butir AgBr terkena cahaya tampak atau sinar-x maka beberapa ion bromida dalam cristal melepaskan electron. Electron-electron ini nantinya akan di tangkap oleh sebuah bagian dari film yang disebut sensitivity speck yang berada di dalam cristal.
Dengan adanya penangkapan electron-electron tersebut maka sensitivity speck menjadi bermuatan negatif. Ion-ion perak positif yang bebas dapat ditarik oleh electron yang terdapat pada sensitivity speck sehingga terjadilah netralisasi ion perak oleh electron-electron tersebut. Kejadian tersebut berulang-ulang dengan cepat dan tertimbunlah banyak atom perak pada sensitivity speck yang merupakan bagian daari bayangan laten (Rahman, 2009).
1.6  Kualitas Gambar Radiografi
Sebuah Radiograf di haruskan bisa memberikan informasi yang jelas dalam upaya menegakan sebuah diagnosa.
Untuk memenuhi kualitas gambar radiografi yang tinggi maka sebuah radiograf harus memenuhi beberapa aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf yaitu :
a.    Densitas
Densitas adalah derajat kehitaman pada film. Hasil dari eksposi film setelah diproses menghasilkan efek penghitaman karena sesuai dengan sifat emulsi film yang akan menghitam apabila di eksposi. Derajat kehitaman ini tergantung pada tingkat eksposi yang diterima baik itu kV maupun mAs.
b.    Kontras
Kontras adalah perbedaan densitas pada area yang berdekatan dalam radiograf. Semakin besar nilai kontras, maka gambaran akan semakin jelas terlihat.
c.    Ketajaman
Jika kontras didefinisikan sebagai perbedaan densitas, maka ketajaman memperlihatkan bagaimana perubahan densitas antara daerah yang berdekatan. Batas antara dua area yang muncul bisa sangat tajam, hal ini dikarenakan terdapat perubahan drastis nilai densitas pada batas tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi nilai kontras, maka semakin tajam gambar yang dihasilkan.
d.    Detail
Detail adalah kemampuan untuk memperlihatkan struktur yang sangat kecil pada sebuah film. Pada sebuah pemeriksaan radiografi, ada bagian dari gambaran tersebut yang memiliki struktur yang sangat kecil namun sangat penting dalam menegakan diagnosa. (Rahman, 2009).

1.7  Proteksi Radiasi
a. Pengertian Proteksi Radiasi
 Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi (Drs. Mukhlisin Akhadi, 2000).
Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka pemakaian radiasi perlu diawasi, baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun adanya badan pengawas yang bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan pengawas tersebut adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
1)  Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai Azas Justifikasi.
2)  Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai Azas Optimasi.
3)  Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai Azas Limitasi.

b. Proteksi Radiasi untuk Petugas Radiasi
Menurut Badan Tenaga Atom Nasional (2006), dosis radiasi yang diperkenankan terhadap petugas radiasi sebesar 20 mSv pertahun. Usaha - usaha yang harus dilakukan adalah :
1)   Radiografer harus berlindung dibalik tabir proteksi radiasi pada saat dilakukannya penyinaran.
2)   Radiografer tidak diperkenankan untuk memegang pasien pada saat dilakukannya penyinaran.
3)   Radiografer harus menggunakan alat pencatat dosis radiasi personil.

c.  Proteksi Radiasi untuk Penderita
Menurut Ballinger (1999), tindakan proteksi radiasi yang bisa dilaksanakan adalah :
1)   Filtration (penyaringan)
Filtrasi minimal adalah 2,5 mm Al untuk semua tabung flouroscopy dan untuk tabung radiografi di atas 70 kVp. Tujuan dari pemberian filtrasi adalah untuk mengurangi jumlah sinar-x berenergi rendah yang mencapai pasien. (Ballinger, 1999).
2)   Collimation (kolimasi)
Kolimasi adalah pembatasan sinar-x yang mencapai objek yang diperiksa, karena semakin lebar kolimasi semakin besar dosis yang diterima (Ballinger, 1999)
3)   Shielding Khusus
Menurut Ballinger (1999), gonad shielding digunakan pada situasi berikut ini :
(a)     Ketika pasien pada masa reproduksi.
(b)     Ketika gonad berada dekat pada daerah yang akan mendapat paparan sinar-x.
(c)     Penggunaan shield gonad mengurangi dosis gonad mendekati nol.
4)   Teknik Radiografi
          Teknik radiografi bukan hanya mempengaruhi kualitas gambar tapi juga berpengaruh besar pada dosis pasien. Semakin tinggi kVp (tegangan tabung) maka dosis yang diterima pasien bisa berkurang, bila mAs (arus dan waktu penyinaran) tinggi maka akan meningkatkan dosis pasien (Ballinger, 1999).

d. Proteksi Radiasi untuk Masyarakat Umum
Menurut Badan Tenaga Atom Nasional (2006), dosis radiasi yang diperkenankan terhadap masyarakat umum adalah tidak boleh lebih dari sepersepuluh dari dosis pekerja radiasi, yaitu sekitar 2 mSv per tahun. Usaha - usaha yang harus dilakukan adalah :
1)   Orang yang tidak berkepentingan dilarang berada di dalam kamar pemeriksaan.
2)   Arah penyinaran diusahakan ke bawah dan apabila  penyinaran ke arah samping atau menyudut maka diusahakan tidak mengarah ke pintu.     
3)   Pada saat melakukan penyinaran maka pintu harus selalu ditutup.

Input
1.      Pasien.
2.      formulir permintaan.
3.      Pesawat rontgen.
4.      Kaset 24 x 30.
5.      Film.
6.      Marker.
7.      Procesing otomatis.
8.      Apron.
Proses
1.    Teknik memposisikan pasien.
2.    Proses pengambilan gambaran.
3.    Proses pencucian.
Output
1.      Hasil gambaran objek dengan membentuk sudut 135°.
2.      Hasil gambaran objek dengan membentuk sudut 45°.


2. Kerangka Konsep
 >>>>>skip<<<<<
3. Definisi Operasional
3.1  Input
a.    Pesawat sinar-x adalah alat yang menghasilkan sinar-x untuk keperluan diagnosa.
b.    Kaset adalah suatu kotak tahan cahaya yang berisi dua buah intesifying screen yang memungkinkan untuk dimasukkan film roentgen diantara keduanya dengan mudah.
c.    Film adalah pencatat bayangan radiograf yang peka terhadap sinar-x dan cahaya.
d.   Pasien adalah objek yang kita periksa pada bagian Olecranon.
e.    Alat cuci film adalah alat yang digunakan untuk mencuci film secara otomatis yang terdiri dari developer, fixer, dan washing, drying.
f.     Apron adalah suatu alat proteksi radiasi.
3.2  Proses
Suatu kegiatan melakukan penatalaksanaan teknik radiografi Olecranon dengan variasi penyudutan objek lateral.
a.    Eksposi pertama, dilakukan pada objek dengan tangan membentuk sudut 135°.
b.    Ekaposi kedua, dilakukan pada objek dengan tangan membentuk sudut 45°.
3.3  Output
Hasil gambaran pemeriksaan Olecranon dengan objek membentuk sudut 135° dan sudut 45°.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan metode eksperimen observasi pada pemeriksaan Olecranon.

2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi RS X , dan dilaksanakan pada tanggal XXX.

3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah pasien yang berkunjung di Instalasi Radiologi, dan menggunakan sampel sebanyak 1 orang pasien dengan pemeriksaan Elbow Joint.

4. Cara Pengumpulan Data
Dalam rangkaian untuk menunjang Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan data dengan menggunakan 2 (dua) macam metode, dan metode yang digunakan yaitu :


4.1  Study Kepustakaan
Adalah metode dimana penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan membaca dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan kasus ini.
4.2     Study Observasi
Adalah metode dimana penulis melakukan pemeriksaan Olecranon dengan 2 (dua) metode penyudutan objek, yaitu :
a)    Eksposi pertama, dilakukan pada tangan dengan membentuk sudut 135°.
b)   Eksposi kedua, dilakukan pada tangan dengan membentuk sudut 45°.

5. Langkah-Langkah Observasi
5.1  Alat dan Bahan
Untuk melakukan pemeriksaan Olecranon adapun alat dan bahan yang harus dipersiapkan, yaitu :
a.    Pesawat Rontgen.
Pesawat yang digunakan bersifat Stasioner (terpasang tetap) dengan kriteria sebagai berikut:
1)   Merek                               :  
2)   Type                                 :  
3)   Jenis                                 :  
4)   Kapasitas Maksimum       :  
5)   Tube                                 :  
6)   Serial Tube                       :  


.  b. Film Rontgen.
     Film yang digunakan  dalam penelitian ini :
1)   Merk Film                          :  
2)   Sensitif                               :  
3)   Jenis                                   :  
4)   Ukuran                               :  

c.    Kaset.
Kaset yang digunakan dalam ini :
1)   Merk Kaset                        :  
2)   Ukuran                               :  

d.      Marker.
Marker yang digunakan dalam penelitian ini :
1)   Terbuat dari                       :  Timbal dan Tembaga.
2)   Bentuk                               :  Huruf dan Angka.
3)   Fungsi                                :  Memberikan penandaan anatomi.

e.    Apron.
Apron merupakan alat Body Protection Radiasi untuk pasien maupun radiografer dengan Ketebalan 0,5 mm.

f.     Processing Otomatis.
1)   Merek                             :  
2)   Buatan                            :
3)   Waktu Proses                  :
4)   Model                             :

g.      Objek.
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Elbow joint kanan (Dextra).
5.2  Cara Kerja
a.    Objek Membentuk Sudut 135°

 
                             

b. Objek Membentuk Sudut 45°


3      Pengolahan dan Analisa Data
Menggunakan hasil expertise dari Dokter Spesialis Radiologi tentang hasil gambaran dari pemeriksaan Olecranon.




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

>>>>>>SKIP<<<<<<<<<<<<<<





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Dari penatalaksanaan teknik radiografi Olecranon dengan variasi penyudutan objek lateral yang menggunakan sudut 135o dan sudut 45o dapat diambil kesimpulan bahwa :

1.1 Teknik  radiografi Olecranon yang menggunakan sudut 45o lebih baik di gunakan pada pemeriksaan Olecranon karena hasil expertisenya sama dengan hasil expertise yang menggunakan sudut 90o.

1.2 Sedangkan teknik  radiografi Olecranon yang menggunakan sudut 135o hasil expertisenya hampir mendekati expertise yang menggunakan sudut 90o.

1.3 Pasien yang mengalami trauma, Dislokasi, atau sebab lain yang pasien tidak dapat memflexikan Elbow Joint dengan sudut 90o, maka kita tidak harus memaksakan posisi Elbow Joint proyeksi Lateral 90o dan proyeksi Axial, karena ke-2 (dua) metode tersebut bisa digunakan dalam pemeriksaan yang berhubungan dengan Elbow Joint.

2. Saran
Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini penulis dapat memberikan 2 point saran yaitu :
2.1 Dalam melakukan pemeriksaan Radiografi Olecranon pada pasien yang mengalami trauma, dislokasi atau sebab lain yang pasien tidak dapat memflexikan Elbow Joint dengan sudut 90o sebaiknya Elbow joint  tidak untuk dipaksakan membentuk sudut 90o pada bagian Elbow Joint (sendi siku)nya.

2.2 Ke-2 (dua) metode ini dapat menjadi solusi Alternatif dalam pemeriksaan Olecranon atau yang berhubungan dengan pemeriksaan Elbow Joint dengan catatan dilihat dari segi bagaimana posisi trauma atau dislokasinya.














Comments

Popular posts from this blog

sifat -sifat sinar alfa, beta, gamma dan X

BNO Sonde

teknik pemeriksaan radiografi caudografi