CONTOH MAKALAH RADIOLOGI | ANODE HEEL EFFECT | PENGARUH ANUDE HEEL EFFECT PADA HASIL GAMBARAN PEMERIKSAAN OS PEDIS

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
        Sinar x pertama kali ditemukan oleh Wilhem Conrad Rontgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman pada bulan November 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Penemuan Rontgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran. Dan kini pemanfaatannya sudah begitu meluas dalam berbagai bidang kedokteran, terutama di bidang radiologi.
Untuk meningkatkan pelayanan Radiodiagnostik yang berkualitas tinggi, maka kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dituntut agar dapat ditingkatkan. Di dalam Radiodiagnostik yang perlu diperhatikan adalah kualitas sumber daya manusia, kualitas diagnose, kualitas fasilitas radiologi dan  tindakan Proteksi. 
        Pada kualitas diagnose perlu ditingkatkan kualitas hasil gambaran (radiograf). Kualitas radiograf sangat dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain posisi, factor eksposi, proses pencucian dan karakteristik tabung sinar x yang digunakan.
       Kemiringan anoda adalah salah satu karakteristik dari tabung sinar x yang dirancang untuk mengarahkan berkas sinar x tetapi kemiringan anode akan menyebabkan intensitas sinar x yang berbeda.  Penyebaran sinar x yang tidak merata akan berpengaruh pada kualitas radiograf yang dihasilkan, hal ini menimbukalkan kerugian karena akan menyebabkan perbedaan densitas pada radiograf meskipin objek mempunyai ketebalan yang berbeda. 

1.2  Rumusan Masalah 

      Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka didapat rumusan masalah adalah "Bagaimana pengaruh posisi tabung pada hasil gambaran Pedis."
1.3 Batasan Masalah

      Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan hanya pada hasil radiograf Pedis. 

1.4 Tujuan Penelitian 

       Untuk mengetahui pengaruh posisi tabung terhadap hasil radiograf.

1.5 Sistematika Penulisan 

     Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sekilas tentang penelitian  ini yang tersusun dari :

BAB I.  PENDAHULUAN
Bab ini merupakan awal dari penulisan yaitu membahas tentang pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II.  TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan anatomi, teknik pemeriksaan,anoda heel effect, kualitas gambaran, kerangka konsep, definisi operasional, proteksi radiasi.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN  
Bab  ini  menjelaskan  metode  penelitian  yang  mencakup : Desain penelitian, waktu dan tempat penelitian, metode pengumpulan  data, alat-alat dan bahan yang digunakan dan analisa data.

BAB IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab  ini membahas  tentang hasil penelitian dan sekaligus berisi pembahasan.

BAB V.    PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan  yang didapat penulis  pada saat penelitian. 

DAFTAR PUSTAKA




BAB  II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi 
     2.1.1  Pedis

      Pedis terdiri dari tujuh buah tulang tarsal termasuk talus, kalkaneus, kuboid, navikulare dan tiga kuneiforme, tulang metatarsal dan phalang.

1. Talus

Terdiri dari corpus, colum dan caput.
Menyalurkan berat badan dari tibia ke tulang-tulang penahan berat yang lain pada kaki.

2. Kalkaneus 

Merupakan tulang yang paling besar dan paling kuat pada kaki , yang terletak di bawah talus.
Membentuk tumit dan bersendi dengan talus ke arah superior dan cuboid  ke arah anterior.

3. Navikulare 

Merupakan suatu tulang terbentuk perahu, terletak antara caput tali dan tiga tulang kuneiforme.
4.Kuboideum 

Merupakan tulang tarsal yang terletak paling lateral.

5. Tulang-tulang Kuneiforme
Merupakan tulang-tulang berbentuk baji.
Bersendi dengan os. Navikulare ke arah posterior dan dengan tiga osa metatarsalia ke arah anterior.

6. Metatarsal 

Terdapat lima tulang metatarsal. Tulang tulang ini merupakan tulang pipa. Ujung proximal bersendi dengan tulang tarsal. Ujung distal bersendi dengan phalang proximal.

7. Phalang

Sama dengan jari jari pada tangan  tetapi lebih pendek. 



Gambar 2.1 Anatomi Pedis (Syaifuddin, 2010)

2.2 Teknik Pemeriksaan Radiografi

Adapun teknik pemeriksaan os Pedis proyeksi AP, adalah sebagai berikut ;


Gambar 2.2 Posisi Pasien (Merrils)
1. Posisi Pasien 

Tempatkan pasien dalam posisi supine, kemudian fleksikan lutut sisi yang diperiksa dengan menempatkan telapak kaki kuat-kuat pada meja.
2.Posisi Objek

a. Posisikan kaset dibawah kaki, pusatkan pada dasar metatarsal ke tiga, dan aturlah sehingga garis tengahnya parallel dengan sumbu panjang kaki.
b.Perintahkan pasien memfleksikan lutut berlawanan dengan sandaran lutut pada sisi yang diperiksa.
c. Pada posisi kaki ini, keseluruhan permukaan plantar diletakkan pada kaset.
d. Gunakan shield Gonad. 

3. Central Ray
 Arahkan central ray tegak lurus terhadap kaset yang diarahkan ke dasar metatarsal ketiga.

4. Struktur Gambaran 
Gambar hasil akan menunjukan sebuah proyeksi AP (dorsoplantar).


Gambar 2.3 Radiograf Os Pedis Proyeksi AP (Merrils)

5. Kriteria Evaluasi

a. Tidak ada rotasi kaki
b. Overlap dasar-dasar metatarsal kedua sampai kelima
c. Gambaran ruas jari kaki dan tarsal distal ke talus seperti metatarsal


2.3 Terjadinya Sinar-x

       Tabung sinar-x merupakan sebuah tabung yang terbuat dari bahan gelas yang hampa udara. Di dalam tabung sinar-x ini terdapat dua dioda yaitu katoda dan anoda denga katoda bermuatan negative dan anoda bermuatan positif. Saat filament yang berada di katoda dipanaskan, filament ini akan mengeluarkan electron. Semakin lama dipanaskan, electron yang keluar dari filament akan semakin banyak sehingga terjadilah apa yang disebut dengan awan electron. 
       Kemudian antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang sangat tinggi, minimal 40 kV (40.000 volt), sehingga electron yang berada di katoda akan bergerak dengan sangat cepat menuju anoda. Electron yang bergerak menuju anoda dengan sangat cepat ini, akan menumbuk bagian kecil dari anoda yang disebut dengan target. Dan terjadilah 99%  panas dan 1% sinar-x. (Rahman, 2009).

2.4 Sifat-sifat sinar-x

Sinar-x sebagaimana gelombang elektromagnetik lainnya mempunyai sifat. Sifat-sifat sinar-x tersebut adalah : 
1. Mempunyai panjang gelombang () yang sangat pendek yaitu antara  s/d  m.
2. Mempunyai energy yang sangat besar yaitu antara  s/d  eV sehingga sinar-x mempunyai daya tembus yang besar pula.
3. Mengalami atenuasi (perlemahan) intensitas setelah mengenai bahan. 
4. Tidak terlihat, tidak terasa dan tidak berbau.
5. Dapat memendarkan beberapa jenis bahan tertentu (biasanya bahan posfor).
6. Tidak berpengaruh terhadap medan magnet maupun medan listrik. 
7. Dapat menghitamkan emulsi film. 
8. Mempunyai efek terhadap sel-sel hidup, efek ini bisa bersifat negatif tetapi ada juga yang bersifat positif.
9. Apabila mengenai suatu bahan/materi akan terjadi tiga hal tersebut :
a. Dipantulkan (dengan  energi yang lebih lemah) 
b.  Diserap
c. Diteruskan
(Rahman, 2009)

2.5 Intensitas sinar-x

       Intensitas berkas sinar x  dapat diartikan sebagai besarnya energy sinar x yang mengalir melalui penampang seluas 1 cm2 persatuan waktu. Intensitas sinar x dipengaruhi oleh tegangan tabung dan kuat arus tabung (Bushong, 1988). Semakin tinggi tegangan tabung yang digunakan akan dihasilkan sinar x dengan panjang gelombang yang lebih pendek sehingga memiliki daya tembus yang besar. Penambahan tegangan tabung juga akan menambah jumlah pancaran radiasi dari target atau meningkatkan intensitas radiasi dari target atau meningkatkan intensitas radiasi yang dipancarkan. (Chesney, 1980)

2.6 Tabung sinar-x

      Tabung Sinar-x merupakan sebuah tabung yang terbuat dari bahan gelas yang hampa udara. Di dalam tabung sinar-x inilah terbentuk sinar-x.  Tabung sinar-X adalah ruang hampa yang terbuat dari kaca tahan panas yang merupakan tempat sinar-X diproduksi. Tabung sinar x adalah komponen yang utama yang terdapat pada pesawat sinar-x.

Syarat-syarat terjadinya sinar-x pada tabung adalah :
1. Sumber Elektron 
Sumber electron adalah kawat pijar atau filament (katode) didalam tabung rontgen. 
2. Gaya pemercepat elektron 
Gaya tersebut tergantung pada tegangan yang dipasang pada tabung Rontgen.
3. Ruang yang hampa udara 
4. Alat pemusat berkas elektron 
Alat ini menyebabkan elektron-eloktron tidak berpencar, tetapi terarah ke bidang focus.
5. Benda penghenti gerakan elektron/target 
Berupa keeping wolfram yang ditanamkan didalam tembaga pada tabung rontgen. 

Gambar 2.4 bagian tabung Rontgen (Hoxter, 1973)
Keterangan gambar 2.4 :

1. Katoda
2. Filament
3. Bidang Fokus
4. Keeping wolfram
5. Ruang hampa
6. Kaca keras
7. Anoda
8. Diafragma 
9. Berkas kerucut sinar x


Komponen-komponen utama tabung sinar x adalah 
1. Katoda / elektroda negatif (sumber elektron)
2. Anoda / elektroda positif (acceleration potential)
3. Focusing cup 
4. Rotor atau stator (target Device) 
5. glass metal envalope (vacum tube) 
6. Oil 
7. Window

1. Katoda
         Katoda terbuat dari nikel murni dimana celah  antara 2 batang katoda disisipi kawat pijar (filamen) yang menjadi sumber elektron pada tabung sinar-X. Filamen terbuat dari kawat wolfram (tungsten) digulung dalam bentuk spiral. 

2. Anoda 
         Anoda atau  elektroda positif  biasa juga disebut sebagai target jadi anoda disini berfungsi sebagai tempat tumbukan elektron. 
3. Foccusing cup 
      Fucusing cup ini sebenarnya terdapat pada katoda yang berfungsi sebagai alat untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target agar elektron tidak terpancar ke mana-mana. 
4. Rotor atau stator 
      Rotor atau stator ini terdapat pada bagian anoda yang berfungsi sebagai alat untuk memutar anoda. 
5. glass metal envalope (vacum tube)
Glass metal envalope atau vacum tube adalah tabung yang gunanya membukus komponen-komponen penghasil sinar x agar menjadi vacum atau kata lainnya menjadikannya ruangan hampa udara.
6. Oil 
Oil ini adalah komponen yang cukup penting ditabung sinar x karena saat elektron-elektron menabrak target pada anoda, energi kinetik elekron yang berubah menjadi sinar-X hanyalah ≤ 1% selebihnya berubah menjadi panas mencapai 2000 0C, jadi disinalah peran oil sebagai pendingin tabung sinar x.
7. Window
Window atau jendela adalah tempat keluarx sinar x . window terletak di bagian bawah tabung . tabung bagian bawah di buat lebih tipis dari tabung bagian atas hal ini di karenakn agar sinar x dapat keluar .


2.7 Anoda heel effect

           Sebagaimana diketahui bahwa kenaikan kV akan mempengaruhi kenaikan intensitas sinar x. Namun ternyata intensitas sinar x yang dikeluarkan oleh anoda kekuatannya berbeda-beda. Perbedaan intensitas ini selain karena perubahan kV, juga diakibatkan oleh sudut sinar x yang dibentuk anoda.    Perbedaan intensitas sinar x akibat perbedaan sudut pada anoda ini disebut dengan Anode Heel Effect. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa intensitas sinar x bernilai 100 % berada pada garis central ray atau pusat sinar. Hal ini mungkin mudah dipahami oleh banyak orang sebab biasanya dipusat keluarnya sebuah energy, disitulah memiliki kekuatan penuh. 


Gambar 2.5 intensitas sinar x
(http://aga152aulia.files.wordpress.com/2013/10/anoda-heel-effect.jpg)

       Namun pada gambar diatas terjadi sebuah fenomena yang mungkin perlu penjelasan khusus dimana intensitas sinar x  mengalami kenaikan justru ketika arah sinar bergeser menuju arah katoda. Bias dilihat sama-sama pada gambar bahwa terdapat kenaikan intensitas sebesar 103 %, 104 % dan 105%.
         Fenomena kenaikan intensitas sinar x pada arah sinar menuju katoda ini dapat dijelaskan dengan melihat anoda sebagai tempat menumbuknya electron. Anoda sebagai tempat menumbuknya electron arahnya tidak lurus namun memiliki sudut. Sudut ini dibentuk dengan tujuan agar sinar x yang dihasilkan keluar menuju window pada tabung sinar x dan jatuh tegak lurus dengan kaset. Sesuai dengan tujuannya tadi, sudut yang dibentuk akan mengarah ke katoda. Karena sudut anoda yang mengarah ke katoda inilah maka intensitas sinar x  akan meningkat lebih dari pada pusat sinar. Namun meningkatnya intensitas ini hanya terjadi  pada daerah  yang tidak begitu jauh dari pusat sinar  sebab setelah menjauhi pusat sinar, intensitas sinar x juga akan semakin menurun. 
          Anode Heel Effect  ini bias dimanfaatkan untuk melakukan pemeeriksaan  pada objek yang panjang tetapi memiliki ketebalan yang tidak sama, sementara harus menghasilkan densitas yang sama. Biasanya Anode Heel Effect  ini dimanfaatkan untuk pemeriksaan os Pedis. Pemeriksaan os Pedis memenuhi syarat yaitu tulang panjang dan memiliki ketebalan yang berbeda. Os Pedis lebih tebal bagian proximal dibandingkan bagian distalnya. Untuk menghasilkan densitas yang sama antara bagian distal dan proximal, maka harus diatur bagian proximal yang memiliki ketebalan lebih dibandingkan dengan bagian distal, diletakkan di bawah katoda dan bagian distal diletakkan dibawah anoda. Dengan begini, bagian proximal yang lebih tebal akan ditembus oleh sinar x dengan intensitas lebih besar dibandingkan bagian distalnya, sehingga gambaran yang dihasilakan akan memiliki densitas yang relative sama antara bagian distal dengan proximal dari os Pedis tersebut. (Rahman, 2009)




2.8 Terjadinya Gambaran
       Butir-butir perak bromida (AgBr) di dalam emulsi terdiri dari ion-ion Bromida negatif (Br-) dalam susunan geometri yang disebut cristal lattice. Apabila butir AgBr terkena cahaya tampak atau sinar-x maka beberapa ion bromida dalam cristal melepaskan electron. Electron-electron ini nantinya akan di tangkap oleh sebuah bagian dari film yang disebut sensitivity speck yang berada di dalam cristal. 
Dengan adanya penangkapan electron-electron tersebut maka sensitivity speck menjadi bermuatan negatif. Ion-ion perak positif yang bebas dapat ditarik oleh electron yang terdapat pada sensitivity speck sehingga terjadilah netralisasi ion perak oleh electron-electron tersebut. Kejadian tersebut berulang-ulang dengan cepat dan tertimbunlah banyak atom perak pada sensitivity speck yang merupakan bagian daari bayangan laten (Rahman, 2009).

2.9 Kualitas Gambaran

Sebuah radiograf diharuskan bisa memberikan informasi yang jelas dalam upaya menegakkan sebuah diagnosa. Untuk memenuhi kualitas gambar radiografi yang tinggi, maka sebuah radiograf harus memenuhi beberapa aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf yaitu densitas, kontras, ketajaman dan detail.
1. Densitas
Pengertian densitas yang umum adalah derajat kehitaman pada film. Hasil dari eksposi film setelah diproses menghasilkan efek penghitaman karena sesuai dengan sifat emulsi film yang akan menghitam apabila di eksposi. Derajat kehitaman ini tergantung pada tinggat eksposi yang diterima baik itu kV maupun mAs.
2. Kontras 
Kontras adalah perbedaan densitas pada area yang berdekatan dalam radiograf. Semakin besar nilai kontras, maka gambaran akan semakin jelas terlihat.
3. Ketajaman 
Jika kontras di definisikan sebagai perbedaan densitas, maka ketajaman memperhatikan bagaimana perubahan densitas pada perbatasan antara daerah yang berdekatan. Batas antara dua area yang muncul bisa sangat tajam, hal ini dikarenakan terhadap perubahan drastis nilai densitas pada batas tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi nilai kontras, maka semakin tajam gambar yang dihasilkan. 
4. Detail 
Detail adalah kemampuan untuk memperlihatkan struktur yang sangat kecil pada sebuah film.  

2.10 Proteksi Radiasi
       Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka pemakaian radiasi perlu diawasi, baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif maupun adanya badan pengawas yang bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan pengawas tersebut adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
       Proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
1. azas justifikasi : Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko  
2. azas optimasi : Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, ,
3. azas limitasi : Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu,.

1. Proteksi Radiasi untuk Petugas Radiasi
Menurut Badan Tenaga Atom Nasional (2006), dosis radiasi yang diperkenankan terhadap petugas radiasi sebesar 20 mSv pertahun. Usaha - usaha yang harus dilakukan adalah :
a. Radiografer harus berlindung dibalik tabir proteksi radiasi pada saat dilakukannya penyinaran.
b. Radiografer tidak diperkenankan untuk memegang pasien pada saat dilakukannya penyinaran.
c. Radiografer harus menggunakan alat pencatat dosis radiasi personil.

2. Proteksi Radiasi untuk Penderita
Menurut Ballinger (1999), tindakan proteksi radiasi yang bisa dilaksanakan adalah :
a. Filtration (penyaringan)
Filtrasi minimal adalah 2,5 mm Al untuk semua tabung flouroscopy dan untuk tabung radiografi di atas 70 kVp. Tujuan dari pemberian filtrasi adalah untuk mengurangi jumlah sinar-x berenergi rendah yang mencapai pasien. (Ballinger, 1999).
b. Collimation (kolimasi)
Kolimasi adalah pembatasan sinar-x yang mencapai objek yang diperiksa, karena semakin lebar kolimasi semakin besar dosis yang diterima (Ballinger, 1999)
c. Shielding Khusus
Menurut Ballinger (1999), gonad shielding digunakan pada situasi berikut ini :
Ketika pasien pada masa reproduksi.
Ketika gonad berada dekat pada daerah yang akan mendapat paparan sinar-x.
Penggunaan shield gonad mengurangi dosis gonad mendekati nol.
d. Teknik Radiografi
Teknik radiografi bukan hanya mempengaruhi kualitas gambar tapi juga berpengaruh besar pada dosis pasien. Semakin tinggi kVp (tegangan tabung) maka dosis yang diterima pasien bisa berkurang, bila mAs (arus dan waktu penyinaran) tinggi maka akan meningkatkan dosis pasien (Ballinger, 1999).
2.11 Kerangka Konsep




BAB III
Metodologi Penelitian

1.                  Rancangan Penelitian
Metode yang dipakai dalam eksperimen ini adalah dengan menggunakan teknik radiografi, untuk melihat hasil radiograf terhadap anode heel effect.
2.                  Tempat dan waktu
Tempat penelitian       : Rs X
Waktu penelitian         : Selasa, 25 Desember 2013
3.                  Langkah langkah Penelitian
1.                  Alat dan bahan 
1.                   Pesawat Rontgen  Rs X
Merek              : TOSHIBA
Kapasitas         : 200 Ma
Jenis                : Stasioner
2.                  Film Rontgen
Merk Film                   : Fuji
Jenis Film                    : blue Sensitive – Double Emulsi
Ukuran                        : 30 x 40
3.                  Kaset Rontgen
Ukuran                        : 30 x 40
4.                  Shield Gonad
5.                  Marker
6.                  Densitometer

1.                  Prosedur Kerja Penelitian
1.    Langkah pertama yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah menyiapkan alat yang digunakan.
2.    Selanjutnya hidupkan pesawat rontgen
3.    letakkan kaset di atas meja pemeriksaan.
4.    Kaset diposisikan secara horizontal, dibagi dua.
5.    Posisikan pasien di atas meja pemeriksaan, posisikan objek (pedis ) di atas kaset.
6.    Lletakkan bagian distal dari os pedis sejajar dengan katoda dari sinar x
7.    Atur jarak antara tabung dengan kaset sebesar 90 cm
8.    Atur faktor eksposi dengan     : Kv (46) ; mAs (4)
9.    Lakukan Eksposi
10.Lakukan kembali pemeriksaan tersebut dengan catatan bagian proximal pedis sejajar dengan bagian anoda tabung sinar x.
11.Selanjutnya Lakukan pencucian dengan prosesing otomatis
12.Gunakan densitometer untuk mengukur densitas film radiograf.


BAB IV
PEMBAHASAN
1.                  Pesawat Rontgen



 

Gambar 4.1 Pesawat Rontgen R.S X
Gambar 4.2 bagian ANODA di pesawat rontgen



Gambar 4.3 bagian katoda pesawat rontgen

Gambarr 4.4 Kaset yang digunakan ukuran 30 x 40 cm



2.                  Proyeksi Pedis AP
1.                  Posisi pasien :
1.    Pasien duduk di atas meja pemeriksaan .
2.    Fleksikan lulut sisi yang akan diperiksa dengan menempatkan telapak kaki di atas meja pemeriksaan


Gambar 4.7 posisi pasien

3.                  Posisi objek :
1.    Posisikan kaset di bawah telapak kaki
2.    Pada posisi kaki ini keseluruhan plantar di letakkan di bawah kaset
3.    Berikan shield gonadsgonads


Gambar 4.8 posisi objek
4.                  Central ray                  :Vertikal tegak lurus ke arah metatarsal ketiga
5.                  Central point               : Metatarsal ketiga
6.                  FFD                             : 90 CM
7.                  Film                             : 30 x 40 cm
8.                  Posisi tabung x-ray     : Katoda di arah kan ke bagian distal

1.                   Proyeksi Pedis AP Posisi Tube Proximal
1.                  Posisi pasien
1.    Pasien duduk di atas meja pemeriksaan .
2.    Fleksikan lulut sisi yang akan diperiksa dengan menempatkan telapak kaki di atas meja pemeriksaan



Gambar 4.9 posisi pasien
3.                  Posisi objek :
1.    Posisikan kaset di bawah telapak kaki
2.    Pada posisi kaki ini keseluruhan plantar di letakkan di bawah kaset
3.    Berikan shield gonads


Gambar 4.10 posisi objek
4.                  Central ray                  :Vertikal  tegak lurus
5.                  Centarl point               : proximal talus
6.                  FFD                             : 90 CM
7.                  Film                             : 30 x 40 cm
8.                  Kriteria gambaran :
1.    Tampak gambaran proyeksi Pedis AP , dan metatarsal hingga ruas ruas digiti tampak
2.    Tampak proyeksi pedis AP dorsoplantar anterior tarsal ke talus
3.    Tampak digiti 1 – digiti 5 dan bagian distal digiti , medial dan proximal digiti
4.    Tampak marker





Gambar 4.11 hasil radiograf Os.Pedis
1.                  Pengukuran Densitas
Berikut hasil pengukuran densitas radiograf os Pedis :

Udara
Tulang
Jaringan
Katoda
3.2
0.83
0.91
Anoda
3.14
0.68
0.79

BAB V
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, kami menarik kesimpulan bahwa pada anoda yang sebagai tempat menumbuknya elektron arahnya tidak lurus namun memiliki sudut. Sudut ini dibentuk dengan tujuan agar sinar x yang dihasilkan keluar menuju window pada tabung sinar x dan jatuh tegak lurus dengan kaset. Sesuai dengan tujuannya tadi sudut yang dibentuk akan mengarah ke katoda. Karena sudut anoda yang mengarah ke katoda, maka intensitas sinar x akan meningkat lebih daripada di pusat sinar.
Pada hasil gambarannya dibagian yang sejajar dengan katoda densitasnya lebih tajam dibanding bagian yang sejajar dengan anoda. Karena hasil pengukuran dengan densitometer menunjukan bahwa bagian yang sejajar dengan katoda memiliki nilai densitas yang lebih besar.










DAFTAR PUSTAKA
Aksara, Binarupa, 1993.
Gros anatomi.
Ballinger, W, Philip, 1995.
Merril’s Atlas of radiographic Position Radiologic Procedure Vol : I, Eight Edition.
Rahman Nova, 2009
Radiofotografi Padang : Universitas Baiturrahmah
Syaifuddin, 2006.
Anatomi fisiologi untuk Siswa Perawat. EGC Jakarta.


 









Comments

Popular posts from this blog

sifat -sifat sinar alfa, beta, gamma dan X

BNO Sonde

teknik pemeriksaan radiografi caudografi